REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengingat sosok Buya Syafii Maarif sebagai bapak bangsa karena pemikiran, sifat hidup dan tindaknnya dipandang oleh masyarakat luas sebagai negarawan bangsa.
"Buya Syafii merupakan tokoh Muhammadiyah yanga berpikiran maju. Tahniah karena telah menorehkan jejak dan perjuangan hingga di usia 85 tahun, ujar dia dalam sumbang pemikiran rangkaian acara #85thSyafiiMaarif: "mencari negarawan,", Sabtu (30/5).
Buya Syafii merupakan sosok yang liberal dalam makna positif. Dia mampu keluar dari tatanan status quo, terutama dalam pemikirannya yang menghasilkan khittah Muhammadiyah di tahun 2002 di Denpasar.
Dakwah kulturalnya saat itu pun menjadi polemik di tubuh persyarikatan. Namun hal ini diakui Haedar telah memberi warna dalam perjalanan Muhammadiyah terutama wajah kultural.
"Muhammadiyah menjadi berwajah kultural tanpa politik, meski politik penting tapi ketika berbagai pihak memasuki pusaran kekuasaan, Muhammadiyah tidak partisipasi,"ujar dia.
Kultural kemudian menjadi gerakan dakwah yang mencerminkan kepribadiaan Khittah Muhammadiyah. Sementara itu tak kalah penting untuk bangsa Buya Syafii pun memberi warna.
"Buya memberikan pemahaman tentang pluralisme, tidak anti kekuasaan dan anti rezim dan tentubseirama dengan kemajukan yang menjadi tubuh umat Islam," ujar dia.
Kemajemukan adalah sunnatullah dan Buya mampu mengajarkan dengan memberikan perspektif luas. Pemikirannya digunakan dari puncak sampai bawah.
Buya memang memiliki jiwa kenegarawanan, meletakkan kepentingan bangsa lebih luas serta jujur dan otentik. Hal ini dilakukan diatas kepentingan kelompok, golongan dan pribadi.