MAJALENGKA, AYOBANDUNG.COM -- Pengemudi bus antar kota antar provinsi (AKAP) yang terkonfirmasi Covid-19 di Kabupaten Majalengka, diketahui sempat melakukan kontak fisik dengan sejumlah warga di desa tempatnya tinggal. Hal itu dilakukan selama ia menjalani masa karantina mandiri.
Bupati Majalengka Karna Sobahi pun meminta seluruh warga desa asal pengemudi bus tersebut melakukan karantina mandiri atau karantina parsial.
"Saya minta masyarakat desa di sana melakukan lockdown selama 14 hari, mengingat pengemudi itu sempat berbaur dengan banyak orang," kata Karna, Rabu (3/6/2020).
Pengemudi bus itu diketahui sempat melaksanakan salat taraweh dan berlebaran. Dengan kata lain, besar kemungkinan terjadi interaksi sosial dengan warga desa lainnya.
Selama karantina mandiri, kondisi fisik pengemudi bus itu tergolong baik. Alasan lain karantina parsial adalah guna mencegah terjadinya transmisi lokal Covid-19.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Majalengka pun siap memberikan subsidi untuk kebutuhan makan warga desa ketika karantina parsial diberlakukan. Sejauh ini, pihaknya belum dapat memastikan asal paparan virus yang dialami pengemudi bus tersebut.
"Belum diketahui pasti dari mana penularannya, tapi besar kemungkinan akibat imported case (kasus impor)," ungkapnya.
Menindaklanjuti kasus pengemudi bus tersebut, tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Majalengka telah melakukan tes polymerase chain reaction (PCR) terhadap 4 orang yang berkontak erat dengan pasien, Selasa (2/6/2020).
Juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Majalengka, Alimudin mengemukakan, total terperiksa 5 orang. Mereka terdiri dari istri, dua anak, saudara, dan kondektur bus.
"Kondektur bus tak hadir selama tes digelar dengan alasan tak jelas, padahal sudah kami undang," tuturnya.
Sang kondektur bus diketahui tinggal di salah satu kecamatan di Kabupaten Majalengka. Alimudin membuka kemungkinan jumlah yang berkontak dengan pengemudi bus bisa bertambah bila hasil tracing dan tracking ditemukan fakta baru.
Pihaknya masih menunggu laporan dari pihak desa setempat dan muspika di tingkat kecamatan.
Sampel keempat orang yang menjalani tes pun selanjutnya dibawa ke laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati (UGJ) Cirebon.
"Hasilnya baru bisa diketahui 2-3 hari kemudian," ungkapnya.