Jumat 05 Jun 2020 13:48 WIB

BPJS Kesehatan Jadi Penopang Kesehatan Masyarakat

BPJS Kesehatan telah memberikan layanan terbaiknya untuk memastikan kesehatan

Aktivitas rutin di Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Foto: Republika/Imas Damayanti
Aktivitas rutin di Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 berencana menaikkan iuran BPJS Kesehatan pada periode Juli-Desember 2020 menjadi Rp 150 ribu dari Rp 80 rinu untuk Kelas I, Kelas 2 menjadi Rp 100ribu dari Rp 51 ribu pada sebelumnya, dan Kelas 3 tidak dinaikkan dengan nilai iuran tetap sebesar Rp 25.500.

Nominal Rp 25 ribu tersebut tidak termasuk dengan subsidi Pemerintah sebesar Rp 16 ribu untuk peserta Kelas 3 yang semestinya membayar sebesar Rp42 ribu.

Baca Juga

Selain berisi rencana kenaikan untuk peserta Kelas 1 dan 2, dalam Perpres itu juga disebutkan bahwa pemerintah akan mengurangi subsidi untuk Kelas 3 mulai Januari 2021, dari sebelumnya Rp 16 ribu menjadi Rp 7.000.

Itu berarti peserta Kelas 3 masih perlu menambah iuran sebesar Rp 9.500 menjadi Rp 35 ribu untuk dapat memenuhi target iuran sebesar Rp 42 ribu.

Terkait rencana kenaikan tersebut, banyak di antara warga berharap agar rencana itu dapat dipertimbangkan lagi mengingat krisis akibat pandemi Covid-19 masih membayangi kehidupan sosial ekonomi mereka sehari-hari.

Lintang termasuk salah satu warga sekaligus peserta mandiri Kelas 3 yang mengharapkan iuran BPJS Kesehatan tidak dinaikkan. "Selama pandemi ini, ada banyak orang, termasuk saya, yang berharap iuran BPJS (Kesehatan) tidak dinaikkan. Alasannya tentu karena kita kesulitan untuk membayar," katanya di Bekasi, Jawa Barat, Jumat.

Demi menghidupi anak-anaknya, Lintang dan suaminya berjualan makanan siap saji di sebuah warung di pinggir jalan. Jauh sebelum ada pandemi, jalanan di sekitar warung tempatnya berjualan selalu terlihat sepi. Terlebih dengan jumlah pelanggan di warung itu yang bisa dihitung dengan jari.

Saat pandemi Covid-19 menjangkiti hampir seluruh negeri, warungnya semakin sepi pembeli sehingga penghasilannya pun menurun drastis. "Jadi jangankan untuk bayar iuran dan kebutuhan lain, untuk menutup modal saja sering tidak terpenuhi," kata dia.

Sama seperti Lintang, Esti, yang berjualan nasi di sebuah warung persis di pinggir TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur, juga mengaku khawatir jika iuran BPJS Kesehatan dinaikkan.

Sejak ada pandemi Covid-19, pelanggannya semakin berkurang karena mereka lebih memilih memasak sendiri di tengah kekhawatiran potensi penularan melalui makanan. Sisa pelanggannya masih setia membeli meski tidak lagi makan di warung tersebut.

Karena sepi pembeli, pendapatannya juga terus menurun, sehingga membuatnya bingung untuk sekadar membayar warung yang disewanya itu. "Karena itu saya berharap rencana kenaikan iuran BPJS ini ditunda sampai kondisinya benar-benar membaik," kata dia.

Manfaat layanan

Namun demikian, meski khawatir dengan rencana kenaikan iuran, Lintang, Esti dan warga lainnya juga mengakui bahwa BPJS Kesehatan telah memberikan layanan terbaiknya untuk memastikan kesehatan mereka.

Jayus salah satu di antara peserta BPJS mandiri Kelas 3 yang meyakini manfaat layanan dari badan penyelenggara jaminan kesehatan nasional tersebut.

Pria asal Pemalang, Jawa Tengah itu melihat banyak manfaat telah diperoleh beberapa tetangganya yang memanfaatkan layanan dari BPJS saat berobat ke rumah sakit.

"Bermanfaat sekali. Dadi bukane karena aku ora tau mriyang lantas aku pikir ndak bermanfaat, ndak ya (Jadi bukan karena saya tidak pernah sakit lantas saya berpikir ini tidak bermanfaat, tidak). Tapi, namanya orang, sewaktu-waktu bisa saja jatuh sakit, enggak ada duit. Jadi BPJS ini akan bermanfaat pada waktunya," kata dia dengan logat Jawanya yang khas terdengar saat berbicara melalui sambungan telepon.

Ia mengatakan iuran BPJS Kesehatan yang ia bayar setiap bulan merupakan bentuk gotong royong untuk membantu warga lain yang membutuhkan biaya pengobatan lebih besar.

Ia yakin dengan membayar iuran setiap bulan itu, ia telah membantu warga lain yang sedang kesulitan secara ekonomi.

Kemudian, sewaktu-waktu ia jatuh sakit dan membutuhkan biaya pengobatan cukup besar, maka manfaat dari iuran yang ia setorkan itu akan benar-benar dirasakan manfaatnya.

"Saya setiap nganter tetangga ke rumah sakit itu banyak dari mereka yang mengaku senang (dengan layanan BPJS). Karena meskipun sakitnya parah, tapi (mereka) tidak dimintai biaya tambahan apa-apa," ujar dia.

Senada dengan Jayus, Yunie, warga Tangerang, Banten, juga mengatakan bahwa layanan BPJS Kesehatan telah membantunya memastikan kesehatan orang tuanya yang berada jauh dari tempatnya tinggal dan bekerja saat ini.

Kedua orang tuanya yang telah berusia lanjut sering jatuh sakit. Penyakit diabetes dan stroke ringan yang dialami ibu dan bapaknya mengharuskan mereka untuk sering berobat ke rumah sakit.

Sementara itu, pekerjaan Yuni di Jakarta tidak memungkinkannya bolak-balik ke kampung halaman untuk membayarkan biaya pengobatan orang tuanya secara tunai.

Namun demikian, berkat layanan BPJS Kesehatan, kedua orang tuanya tetap bisa berobat, sehingga ia cukup memantau perkembangan kesehatan kedua orang tuanya itu tanpa perlu bepergian ke daerah, terutama di tengah pandemi COVID-19, guna membatasi penyebaran wabah ke daerah baru.

"Saya bersyukur ada BPJS (Kesehatan) yang selalu membantu mengatasi masalah kesehatan kedua orang tua saya saat mereka jatuh sakit. Meskipun di tengah krisis terkadang saya merasa berat untuk membayar iuran, tetapi perasaan seperti itu hilang, seketika saya bisa melihat kedua orang tua tetap sehat," katanya.

Sementara itu, Arif, yang juga warga Pemalang, Jawa Tengah, juga mengatakan bahwa layanan BPJS Kesehatan telah memberinya banyak keuntungan.

Pria berusia 50 tahun itu mengaku sering berobat ke rumah sakit karena penyakit pneumonia atau radang paru-paru yang dideritanya sejak lama.

Beruntung, ia menjadi peserta BPJS Kesehatan, sehingga ia tidak perlu lagi memikirkan biaya pengobatan yang semestinya membutuhkan biaya cukup besar.

"Pekerjaan saya sehari-hari hanya buruh serabutan. Kalau ada yang bangun rumah, saya ikut-ikut jadi kuli bangunan. Kalau ada yang tandur (tanam padi) saya juga ikut bantu. Cuma sejak ada corona, panggilan kerjaan jadi makin sepi. Meski begitu, kalau dipikir-pikir biaya berobat yang besar kalau tidak dicicil bisa semakin berat," katanya.

Oleh karena itu, Arif sedapat mungkin menyisihkan pendapatannya untuk membayar iuran BPJS.

Terkait dengan pelayanan selama berobat di rumah sakit, dirinya tidak merasa dibeda-bedakan dengan peserta BPJS yang lain.

Bahkan saat harus dirawat di rumah sakit, pernah ia dirawat di dalam bangsal yang semestinya diperuntukkan bagi peserta BPJS Kelas 2.

"Mungkin karena sedang tidak banyak pasien. Tetapi sejauh ini yang saya rasakan pelayanannya sangat baik," ujarnya.

Selama berobat itu ia pun tak perlu lagi mengeluarkan biaya tambahan karena semua pelayanan telah ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

Untuk meneruskan harapan rakyat dan mewujudkan salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan dengan memberikan layanan kesehatan yang terjangkau bagi semua kalangan sudah seyogyanya bagi masyarakat dan pemerintah duduk bersama dan mencari solusi terhadap permasalahan satu sama lain sehingga layanan kesehatan tetap dapat disuguhkan secara prima tanpa membebani mereka di tengah krisis ekonomi akibat dampak COVID-19.

Demikian halnya dengan pemerintah yang diharapkan dapat menemukan solusi atas permasalahan defisit di dalam anggaran BPJS Kesehatan, sehingga jaminan layanan kesehatan yang terjangkau bagi semua orang dapat dirasakan oleh sebanyak-banyak orang di seluruh wilayah Indonesia.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement