REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kekerasan secara keseluruhan di Afghanistan telah mereda. Karena, sejumlah besar pasukan nasional Taliban dan Afghanistan telah melakukan gencatan senjata selama liburan Idul Fitri 1441 Hijriyah.
Namun, pada Sabtu (30/5) lalu sebuah bom di pinggir jalan Ibu Kota Afghanistan, Kabul sempat menewaskan seorang jurnalis dan sopir dari sebuah stasiun televisi Afghanistan. Pada Selasa (2/6), serangan lain kembali terjadi dan menewaskan Mawlana Mohammed Ayaz Niazi, seorang ulama terkenal yang menjabat sebagai imam Masjid Wazir Akbar Khan di jantung Kota Kabul.
Seperi dilaporkan foreignpolicy, teroris yang berafilisasi dengan Negara Islam Provinsi Khorasan (ISKP) menyatakan bertanggung atas dua serangan tersebut. Gelombang serangan ISKP tersebut telah memberi kesan kepada banyak ahli Afghanistan bahwa kelompok teroris negara Islam itu kemungkinan memang berniat mengganggu setiap langkah jangka panjang menuju perdamaian.
Telah banyak serangan brutal dalam beberapa minggu terakhir yang tampaknya merupakan hasil kerja dari ISKP, yang anti-Taliban dan al-Qaeda. Salah satu yang paling berdarah terjadi pada 12 Mei lalu, ketika setidaknya 24 pelayat tewas oleh gerilyawan ISKP pada pemakaman di provinsi timur Nangarhar. Pada hari yang sama, pembantaian lainnya yang menyakitkan hati juga terjadi di Kabul barat.
Sebuah klinik bersalin yang dikelola Medecins Sans Frontieres juga diserang orang-orang bersenjata yang berpakaian seperti petugas keamanan dan petugas medis. Dua puluh empat warga sipil terbunuh, dan belasan lainnya terluka, termasuk wanita dan bayi baru lahir.
Sementara, tidak ada kelompok yang bertanggung jawab terhadap berbagai serangan itu. Banyak pengamat percaya bahwa ISKP berada di belakang serangan itu, yang menargetkan warga Syiah Hazara. Beberapa minggu sebelumnya, tepatnya pada akhir Maret, ISKP juga menyerang sebuah kuil Sikh di kota tua Kabul, dan menewaskan 25 anggota komunitas Sikh Afghanistan.
Co-Direktur Afghanistan Analysts Network, Thomas Ruttig, mengatakan banyak dari militan Negara Islam Afghanistan ini yang bertindak secara independen satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa mustahil untuk melakukan negosiasi. Karena itu, Ruttig pun percaya bahwa meskipun ada rencana yang diatur AS untuk pembicaraan damai, stabilitas jangka panjang di negara itu tampaknya hanya dibuat-buat selama ada kelompok teroris seperti ISKP.
Sementara itu, seorang analis dan penulis Afghanistan yang dikenal karena wawasannya tentang kelompok-kelompok militan Islam, Waheed Mozhdah menjelaskan bahwa perang di Afghanistan mungkin akan berkurang, tapi tidak akan berhenti sepenuhnya. "Perang di Afghanistan akan berkurang, tetapi konflik dan pertumpahan darah tidak akan hilang," kata dia.