REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Jepang mengamati situasi di Hong Kong dengan "keprihatinan mendalam". Hal itu setelah China mengesahkan undang-undang keamanan baru untuk kota tersebut.
Demikian disampaikan Perdana Menteri Shinzo Abe pada Senin (8/6). Abe juga menekankan pentingnya langkah-langkah yang menjunjung tinggi prinsip "satu negara, dua sistem".
Pernyataan tersebut menyusul laporan kantor berita Kyodo pada Ahad (7/6) yang mengutip para pejabat Inggris, Amerika Serikat, dan negara-negara lain yang mengatakan Jepang telah memutuskan untuk tidak bergabung dengan mereka untuk mengeluarkan pernyataan mengecam China atas undang-undang baru sehingga dapat membahayakan otonomi khusus dan kebebasan Hong Kong.
Namun, menurut Abe, Tokyo sangat prihatin akan langkah China. "Hong Kong adalah mitra yang sangat penting dalam hal ikatan ekonomi yang erat dan hubungan manusia, dan penting bahwa sistem asli 'satu negara, dua sistem' ditegakkan dan hal-hal berjalan dengan stabil dan demokratis," ujar dia.
Sebuah sumber pemerintah yang mengetahui masalah itu mengatakan Jepang tidak berpartisipasi dalam pernyataan bersama tersebut sebagian karena pemberitahuan yang singkat. Selain itu, Jepang ingin fokus pada upaya-upaya oleh negara-negara Kelompok Tujuh, ketimbang konsentrasi kepada para penandatangan pernyataan bersama itu.
"Jepang mengambil posisi untuk melakukan apa yang harus dilakukan secara independen, dalam hal ini karena, pertama, kendala waktu, dan kedua, posisi dasar kami adalah kami menekankan upaya kami di G7," kata sumber itu kepada Reuters.
"Negara-negara lain telah menyatakan pujian atas sikap independen Jepang, dan tidak menerima keluhan," tambah sumber itu, yang meminta tak disebut namanya karena masalah itu sensitif.
Jepang berada di tengah-tengah ketegangan AS-China di Hong Kong saat negara itu menyiapkan rencana kunjungan kenegaraan Presiden China Xi Jinping yang awalnya dijadwalkan pada April tetapi ditunda karena virus Corona.