REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kisah hidup Nabi Hud AS terkait erat dengan azab yang menimpa kaum A’ad akibat kedurhakaan mereka kepada Allah SWT. Disebutkan, Nabi Hud AS adalah cucu Nabi Nuh AS atau keturunan dari Sam bin Nuh yang berasal dari suku ‘Ad. Suku ini hidup di jazirah Arab, di tempat bernama Al-Ahqaf yang terletak di utara Hadramaut, antara Yaman dan Oman.
Menurut catatan sejarah, kaum ‘Ad merupakan salah satu suku tertua sesudah kaum Nabi Nuh AS. Kaum ‘Ad juga tidak mengenal Allah SWT sebagai Tuhannya, seperti kaum Nabi Nuh AS. Mereka membuat patung-patung yang diberi nama Shamud dan Alhattar serta disembah sebagai tuhan.
Kaum ‘Ad hidup sangat makmur. Mereka memiliki peradaban yang tinggi dan unggul dalam bidang pertanian karena air yang melimpah. Mereka juga memiliki harta dan binatang ternak yang banyak. Tempat mereka juga menjadi ladang yang subur dan hijau, penuh dengan kebun-kebun yang indah dan mata air.
Upaya keras Nabi Hud AS dalam berdakwah dan mengajak umatnya, kaum ‘Ad, untuk kembali ke jalan yang benar diabadikan Allah SWT dalam Alquran surah Hud ayat 50-52. Allah SWT berfirman, “Dan kepada kaum ‘Ad (Kami utus) saudara mereka, Hud. Dia berkata, ‘Wahai kaum-ku! Sembahlah Allah, tidak ada tuhan bagimu selain Dia. (Selama ini) Kamu hanyalah mengada-ada’.” (QS Hud [11]:50).
Upaya keras Nabi Hud AS dalam berdakwah juga diabadikan oleh Allah SWT dalam surat Asy-Syu’ara ayat 128-135. Allah SWT berfirman, “Apakah kamu mendirikan istana-istana pada setiap tanah yang tinggi untuk kemegahan tanpa ditempati? Dan kamu membuat benteng-benteng dengan harapan kamu hidup kekal? Dan apabila kamu menyiksa maka kamu lakukan secara kejam dan bengis. Maka bertakwalah kepada Alah dan taatlah kepadaku.” (QS Asy Syu’ara [26]: 128-135)
Dalam Tafsierul Quranil Adziem karya Ibnu Katsir, sebagaimana dikutip Sholahuddin Hamid dalam bukunya, Kisah-Kisah Islami, disebutkan kaum ‘Ad benar-benar tidak mau beriman. Mereka tidak mau berhenti berbuat durhaka dan jahat serta berbuat apa saja yang mereka kehendaki. Sifat takabur kaum ‘Ad sudah demikian hebatnya sehingga tidak dapat diubah oleh siapa pun.
Saking hebatnya sifat ingkar mereka, Allah SWT memberikan laknat berupa langit dan awan yang hitam pekat. Melihat keadaan yang begitu ganjil, mereka semua keluar rumah untuk melihat awan itu. Akhirnya mereka berkata, “Itulah awan panjang, menandakan sebentar lagi hujan akan turun untuk menyiram tanah tanaman kita, memberi minum kepada binatang-binatang ternak kita.”
Nabi Hud AS lalu berkata kepada mereka, “Itu bukan awan rahmat, tetapi awan yang membawa angin samun yang akan menewaskan kamu semua, angin yang penuh dengan siksa yang sepedih-pedihnya.”
Kemudian, angin dahsyat itu berembus luar biasa hebatnya. Binatang ternak mereka yang sedang berkeliaran di padang terbang berhamburan. Yang kecil dan yang besar terbang meninggi ke angkasa.
Allah SWT mengabadikan kisah azab terhadap kaum ‘Ad dalam Alquran surah al-Haqqah ayat 6-8. Allah SWT Berfirman, “Sedangkan kaum ‘Ad, mereka telah dibinasakan dengan angin topan yang sangat dingin. Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam delapan hari terus-menerus; maka kamu melihat kaum ‘Ad pada waktu itu mati bergelimpangan, seperti batang-batang pohon kurma yang telah kosong (lapuk). Maka adakah kamu melihat seorang pun yang masih tersisa di antara mereka?” (QS al-Haqqah [69]: 6-8).
Adapun Nabi Hud AS dan pengikut-pengikutnya tetap saja di rumah mereka tanpa merasakan sedikit pun bahaya angin ribut yang dahsyat itu. Setelah peristiwa tersebut, Nabi Hud AS pindah dari negeri kaum ‘Ad karena sudah rusak binasa. Nabi Hud AS dan pengikutnya pindah ke daerah Hadramaut dan tinggal di sana hingga wafat.