REPUBLIKA.CO.ID, Ancaman Presiden AS Donald Trump mengerahkan militer untuk mengatasi demonstrasi George Floyd menuai penolakan. Tak hanya dari kubu oposisi, tapi juga dari para petinggi maupun purnawirawan militer. Berikut jenderal-jenderal militer AS yang berani menolak atau melawan rencana Trump.
1. James Mattis
Mantan menteri pertahanan jenderal (purnawirawan) James Mattis mengkritik kebijakan Trump yang mengerahkan militer untuk meredam aksi protes terkait kematian pria Afro-Amerika, George Floyd. Mattis menuding Trump telah memecah belah bangsa dan melanggar hak-hak konstitusional.
"Donald Trump adalah presiden pertama dalam hidup saya yang tidak mencoba menyatukan rakyat Amerika. Sebaliknya dia mencoba memecah belah kita. Kami menyaksikan konsekuensi dari tiga tahun upaya yang disengaja ini. Kami menyaksikan konsekuensi tiga tahun tanpa kepemimpinan yang matang," ujar Mattis.
Mattis menjabat sebagai menteri pertahanan di bawah pemerintahan Presiden Barack Obama. Dia kemudian tetap menjabat sebagai menteri hingga Donald Trump menjadi presiden. Namun, Mattis mengundurkan diri pada Desember 2018 setelah berselisih dengan Trump mengenai penarikan pasukan AS dari Suriah.
2. Menteri Pertahanan Jenderal Mark Esper
Mark Esper dalam pernyataannya pada Rabu lalu menegaskan, pasukan militer aktif tak boleh dipakai untuk menangani aksi protes. Pernyataan Esper diamini oleh banyak jenderal lainnya. "Opsi untuk menggunakan pasukan aktif untuk penegakan hukum hanya akan dilakukan sebagai pilihan terakhir dan hanya untuk sesuatu yang sangat penting dan genting," ujar Esper.