REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Polisi Hong Kong menangkap 53 orang selama protes pada Selasa (9/6) malam yang menandai satu tahun unjuk rasa pro-demokrasi yang menolak Undang-Undang Ekstradisi.
Polisi mengatakan 36 pria dan 17 perempuan ditangkap karena pelanggaran, termasuk mengadakan perkumpulan tidak sah dan berpartisipasi dalam perkumpulan yang tidak sah. Para pengunjuk rasa menentang larangan pertemuan lebih dari delapan orang yang diperkenalkan oleh pemerintah Hong Kong untuk mencegah penyebaran virus corona.
Lebih banyak protes direncanakan dalam beberapa hari mendatang. Gerakan itu dilakukan oleh pendukung pro-demokrasi yang khawatir penerapan Undang-Undang Keamanan Nasional akan secara dramatis meredam kebebasan di kota.
Pihak berwenang di Beijing dan Hong Kong belum merinci peraturan baru itu, warga global pun telah menyatakan ketidaksetujuan. Meski begitu, China ataupun Hong Kong mengatakan tidak ada alasan untuk khawatir.
Komite tetap Kongres Rakyat Nasional yang merupakan badan pembuat keputusan utama parlemen China, akan bertemu di Beijing akhir bulan ini untuk membahas berbagai rancangan undang-undang. Laporan media Cina itu tidak merinci status Undang-Undang tentang Hong Kong yang dimasukkan dalam agenda untuk dibahas pada pertemuan 18-20 Juni.
Sekretaris Keamanan Hong Kong, John Lee, mengatakan kepada South China Morning Post, polisi setempat sedang membentuk unit khusus untuk menegakkan hukum. Lembaga itu akan memiliki kemampuan pengumpulan intelijen, investigasi, dan pelatihan.