REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Sebuah makam tua di pinggir pantai selamat dari amukan gelombang tsunami di Aceh pada 2004 silam. Orang-orang yang berlindung di sekitar makam pun selamat dari ancaman maut. Tak ayal, peristiwa itu menjadi buah bibir banyak orang. Sejak dulu makam itu dikeramatkan oleh warga sekitar dan menjadi salah satu tempat ziarah penting bagi penganut tarekat di Jawa dan Sumatra.
Itulah makam Syekh Abdurrauf Singkili, penyebar Tarekat Syattariyah di Aceh. Nama lengkapnya adalah Abdurrauf bin Ali al-Jawi al-Fansuri as-Singkili. Dan, masyarakat Melayu mengenalnya dengan nama Syekh Kuala.
Ia dikenal menguasai banyak bidang ilmu agama, seperti tasawuf, fikih, dan tafsir. Karya-karyanya yang dikenal hingga sekarang di antaranya adalah terjemahan Tafsir Baidhawi ke dalam bahasa Melayu, Daqaiqu al-Huruf, 'Umdatu al-Muhtadin ila Suluk Maslaki al-Mufradin, Miratu at- Tullab, At-Tariqatu asy-Syattariyyah.
Abdurrauf diperkirakan lahir pada 1615 di Singkel. Kini, tempat kelahirannya itu melekat pada nama belakangnya, Singkili. Tidak banyak data yang mengungkap latar belakang hidup sang Syekh. Hanya ada potongan-potongan kisah hidup yang ia tulis sendiri di beberapa bukunya.