REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kalau sastra adalah seni bahasa, tari adalah seni gerak, nyanyi adalah seni suara, musik adalah seni nada, pahat adalah seni rupa, lukis adalah seni warna, sandiwara adalah seni peran, maka tasawuf adalah seni ibadah kepada Allah SWT.
Jika ibadah dimaksudkan menjalani hidup ini karena cinta kepada Allah, maka tasawuf adalah seni atau cara menjalani hidup dengan penuh cinta kepada Pencipta. Demikian dikatakan oleh Dr M Fudoli Zaini dalam pengantar bukunya Sepintas Sastra Sufi: Tokoh dan Pemikirannya.
Cinta dan suci adalah dua kata yang tak henti-hentinya muncul dalam disiplin tasawuf. Para sufi itulah orang-orang yang menyucikan diri dan jiwanya karena cinta kepada Zat Yang Mahaindah. Abad ke-14 M kawasan Asia Tengah menyaksikan munculnya aliran sufi bernama Naqsyabandiah oleh Muhammad bin Muhammad Bahauddin al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandi (717-791 H/1318-1389 M).
Bagi Bahauddin Naqsyaband, tasawuf adalah inti agama, dan inti dari tasawuf itu sendiri adalah muraqabah (melupakan segala sesuatu yang selain Allah), musyahadah (menyaksikan keindahan dan keagungan Allah), dan muhasabah (introspeksi diri).