Kamis 11 Jun 2020 19:29 WIB

Inti Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiah

Tarekat Naqsyabandiah menekankan zikir dalam ajarannya.

Inti Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiah. Foto: Pengikut tarekat (Ilustrasi)
Foto: http://www.incendiaryimage.com
Inti Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiah. Foto: Pengikut tarekat (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengikut Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah memiliki empat ajaran pokok yang diyakini efektif dan efisien sebagai metode mendekatkan diri kepada Allah SWT. Keempatnya, antara lain, kesempurnaan suluk, adab (etika), zikir, serta tentang muraqabah (kontemplasi).

Semua ajaran tersebut berlandaskan pada Alquran, hadis, dan perkataan para ulama arifin dari kalangan salafus shalihin. Ajaran pertama yakni kesempurnaan suluk (merambah jalan kesufian untuk mendekatkan diri kepada Allah), bertalian dengan tiga dimensi dasar; iman, Islam, dan ihsan.

Baca Juga

Ketiganya dikemas dalam satu metode yang populer terdiri dari syariat, thareqat, dan haqiqat. Syariat dipahami sebagai kaidah perundang-undangan Islam. Ini merupakan ketetapan Allah SWT sebagai syar'i melalui Rasul-Nya, yang menyangkut perintah maupun larangan.

Pengamalan terhadap syariat pun masuk domain thariqat. Unsur utamanya terletak pada iman dan kebenaran syariat. Sementara dimensi haqiqat pada fase selanjutnya menggariskan penghayatan atas pengamalan syariat demi merasakan manisnya ma'rifat (iman).

Dalam tarekat ini, ajaran kedua yakni adab memiliki posisi khusus, bahkan bisa dikatakan sangat prinsip. Menurut pengikutnya, tanpa adab tidaklah mungkin seorang salik (pelaku disiplin spiritual) mampu mencapai tujuan suluk-nya.

Terdapat empat penekanan, pertama, adab kepada Allah dan Rasul-Nya, kedua, adab kepada Syekh (mursyid atau guru), ketiga, adab kepada saudara seiman (ikhwan), serta keempat, adab kepada diri sendiri.

Adab kepada Allah dilakukan dengan senantiasa mensyukuri segala nikmat dan karunia-Nya. Selain itu, perlu menjaga kesadaran untuk selalu bersyukur. Keduanya harus dijiwai oleh setiap murid agar tidak melupakan-Nya.

Yang juga dijunjung tinggi adalah adab murid kepada mursyid-nya. Inilah syarat riyadhoh dan suluk seorang murid. Maka itu, ada etika yang terbangun sedemikian rupa di lingkungan terekat ini, sehingga menyerupai adab para sahabat terhadap Nabi SAW.

Antara murid dan mursyid dalam mu'asyarah (interaksi) bertujuan melestarikan sunah (tradisi) pada masa Nabi. Murid menempati peran sahabat, dan mursyid menggantikan peran Nabi dalam hal irsyad (pemberian petunjuk) dan ta'lim (pengajaran).

Terkait adab antara sesama ikhwan, sebenarnya tidak hanya berlaku antara sesama pengikut tarekat, namun dalam artian saudara seiman. Jadi, lebih umum sifatnya. Prinsip yang melandasinya yakni semangat ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) seperti diajarkan Nabi SAW.

Sedangkan adab pada diri sendiri merupakan inti dari prinsip-prinsip kehidupan sufistik pada umumnya, seperti wara', zuhud, memegang prinsip akhlakul karimah, dan muraqabah atau senantiasa merasa diperhatikan atau diawasi Allah.

Pada ajaran tentang zikir, terdapat kekhususan yang membedakan dari tarekat yang lain. Zikir ini berupa aktivitas lidah, baik lidah fisik maupun lidah batin, untuk menyebut dan mengingat Allah--baik berupa jumlah (kalimat) maupun isim mufrad (kata tunggal).

Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiah mengenal dua jenis zikir, yaitu zikir nafi itsbat dan zikir ismudzat. Zikir nafi itsbat adalah zikir kepada Allah dengan menyebut, ''La Ilaha Illa Allah, yang dikerjakan secara jahr (suara keras atau jelas). Hanya saja, setelah menjadi ajaran Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiah, tidak harus secara jahr.

Zikir ismuzat yakni dengan menyebut nama-Nya yang Agung (Ism al-a'dham), ''Allah, Allah, Allah.'' Dilakukan secara sirri atau khafi (dalam hati), dan kerap disebut zikir latha'if (zikir secara lembut) yang menjadi ciri khas ajaran Tarekat Naqsyabandiah Mujaddidiyah.

Dunia tasawuf menyebut ajaran terakhir, muraqabah, sebagai sebuah kontemplasi. Ada kesadaran seorang hamba yang secara terus-menerus merasa diawasi dan diperhatikan Allah. Secara harfiah, muraqabah berarti mengamat-amati, atau menantikan sesuatu dengan penuh perhatian. Kegiatan ini dilakukan sebagai latihan kejiwaan (riyadlat al-nafs) yang mencakup sebanyak 20 tingkatan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement