REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri menjelaskan kronologi kasus korupsi yang terjadi di PT PT Dirgantara Indonesia (DI). KPK telah mengumumkan dua tersangka dalam kasus itu, yaitu mantan direktur Utama PT DI, Budi Santoso dan Asisten Direktur Utama bidang Bisnis Pemerintah, Irzal Rinaldi Zailani.
Firli mengungkapkan, kasus korupsi di PT DI bermula pada awal 2008. Saat itu, Budi dan Irzal menggelar rapat bersama Budi Wuraskito selaku Direktur Aircraft Integration, Budiman Saleh selaku Direktur Aerostructure, serta Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan.
Rapat itu mengenai kebutuhan dana PT DI untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya. Dibahas juga mengenai biaya entertaintment dan uang rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan.
Selanjutnya, Budi mengarahkan agar tetap membuat kontrak kerja sama mitra atau keagenan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut. "Namun sebelum dilaksanakan, tersangka BS (Budi Santoso) meminta agar melaporkan terlebih dahulu rencana tersebut kepada pemegang saham, yaitu Kementerian BUMN," jelas Firli di Gedung KPK Jakarta, Jumat (12/6).
Setelah sejumlah pertemuan, disepakati kelanjutan program kerja sama
mitra atau keagenan dengan mekanisme penjunjukkan langsung. Selain itu, dalam penyusunan anggaran pada rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) PT DI, pembiayaan kerja sama tersebut dititipkan dalam 'sandi-sandi anggaran' pada kegiatan penjualan dan pemasaran.
Selanjutnya, Budi memerintahkan Irzal dan Arie Wibowo menyiapkan administrasi dan koordinasi proses kerja sama mitra. Irzal pun menghubungi Didi Laksamana untuk menyiapkan perusahaan yang akan dijadikan mitra.
Sejak Juni 2008 hingga 2018, dibuat kontrak kemitraan antara PT DI yang ditandatangani Direktur Aircraft Integration dengan Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha. Atas kontrak kerja sama tersebut, seluruh mitra tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian.
PT DI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra pada 2011 atau setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan. Selama tahun 2011 hingga 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan PT DI kepada enam perusahaan mitra sekitar Rp 205,3 miliar dan 8,65 juta dolar AS.
Setelah keenam perusahaan menerima pembayaran, terdapat permintaan sejumlah uang, baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp 96 miliar. Uang itu diterima pejabat di PT DI. "Di antaranya tersangka BS, tersangka IRZ, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh," katanya.
Firli mengatakan, perbuatan Budi, Irzal dan sejumlah pihak lain itu diduga telah merugikan keuangan negara sebesar yang dibayarkan PT DI kepada perusahaan mitra, yaitu sekitar Rp 205,3 miliar dan 8,65 juta dolar Amerika atau total sekitar Rp 300 miliar.
Walaupun ada beberapa nama yang diduga turut serta, KPK baru mengumumkan Budi dan Irzal sebagai tersangka. Sementara, pihak lain seperti Budiman Saleh yang kini menjabat Direktur Utama PT PAL tak disebut sebagai tersangka.
Informasi yang beredar, KPK sebenarnya menetapkan enam orang tersangka. Pada pekan lalu, Budi juga sudah lebih dulu mengakui penetapan tersangka terhadap dirinya. Namun, KPK baru memberikan keterangan hari ini.