Kompleks perumahan Iduna terdiri dari beberapa blok rumah susun di pusat kota Göttingen, negara bagian Niedersachsen, Jerman. Pada awal Juni, media melaporkan bahwa tempat ini menjadi klaster baru penyebaran virus corona, yang diberitakan berasal dari sebuah bar hookah, yang seharusnya tidak buka.
Banyak dari yang terinfeksi memang penghuni kompleks Iduna. Untuk meredam penyebarannya, otoritas kesehatan kemudian membuka fasilitas pemeriksaan dan tes Covid-19 di area parkir bawah tanah gedung perumahan itu. Para dokter dan tenaga kesehatan dikerahkan untuk melakukan tes massal, dengan kecepatan pemeriksaan satu pasien setiap tiga menit.
"Saya menghabiskan banyak malam tanpa tidur. Tantangannya sangat besar," kata Petra Broistedt, anggota dewan kota Göttingen yang mengepalai komite manajemen krisis virus corona.
Banyak penduduk Göttingen yang menyerukan agar seluruh kompleks itu diisolasi. Tapi Petra Broisredt bersikereas menolak itu. "Kita tidak bisa memasang pagar kawat berduri. Ini bukan penjara," katanya.
Penghuni Iduna merasa dilupakan
Kompleks Iduna, mengambil nama sebuah perusahaan asuransi besar, dibangun pada awal 1970-an dan saat itu dipandang sebagai proyek bergengsi. Göttingen adalah kota universitas, dan banyak dosen yang kemudian pindah ke kompleks ini, yang dilengkapi berbagai fasilitas kelas tinggi, antara lain kolam renang dan pusat perbelanjaan di lantai bawah. Bangunan gedung perumahan itu dulu bahkan muncul di kartu pos.
Tapi itu masa lalu, sekarang situasinya lain. Kebanyakan penghuni 400 apartemen di perumahan Iduna sekarang berasal dari kelas bawah. Dua jembatan yang beberapa dekade lalu menghubungkan kompleks perumahan dengan pusat kota sudah tidak ada lagi. sekarang, perumahan Iduna dianggap sebagai kawasan bermasalah.
Heiko, yang tidak mau nama aslinya disebutkan, sudah tinggal di sini bertahun-tahun. Dia mengatakan, selama beberapa hari terakhir, dia merasa seperti seorang tahanan buronan atau terpidana. Tiba-tiba saja dia dipandang seperti penjahat. "Orang-orang di jalanan memperlakukan aku dengan curiga, memandang rendah, bahkan meludah ke tanah saat aku lewat," katanya.
Siapa yang harus disalahkan?
Yang lebih parah adalah pengalaman keluarga Kosovo, yang melarikan diri dari krisis Kosovo akhir 1990-an dan sekarang tinggal di kompleks Iduna. Pihak berwenang percaya bahwa klaster baru itu dimulai dari perayaan untuk menandai akhir bulan Ramadhan di sebuah bar Hookah, yang sebenarnya masih dilarang beroperasia karena wabah corona. Media melaporkan, sampai 30 pria bertemu di bar itu dan mungkin merokok sisha dari pipa yang sama.
Apakah kejadiannya benar begitu atau tidak, tuduhan itu kontan saja menimbulkan kontroversi pada masyarakat sekitar. Partai ultra kanan AfD segera memanaatkan isu itu dan melalui media sosialmya menyoroti dan mengecam keras apa yang mereka sebut "perilaku yang jelas-jelas provokatif dan bodoh dari klan Arab."
Keluarga-keluarga dari Kosovo di perumahan Iduna mengatakan, mereka distigmatisasi. Mereka juga mengatakan bahwa tidak pernah ada pertemuan besar-besaran yang bertentangan dengan ketentuan corona. Terlebih lagi, mereka mengatakan bahwa "pasien nol" - pasien pertama yang terinfeksi dalam wabah – dari klaster baru itu tidak berasal dari Kosovo, melainkan seorang lain. Mereka sendiri sudah melaporkan orang itu, yang berulang kali melanggar aturan kanrantina, kepada polisi.
Ketegangan bukan hal baru
"Selalu ada kebencian semacam ini. Sekarang malah jadi lebih ganas," kata Meinhart Ramaswamy. Dia adalah anggota dewan kota dan telah bertahun-tahun melakukan apa yang dia bisa untuk membantu keluarga pengungsi Kosovo. Dia sekarang khawatir, situasinya akan memburuk.
Meinhart Ramaswamy mengatakan, selama bertahun-tahun para pengungsi dan pencari suaka dari Kosovo harus hidup dalam ketidakpastian dan merasa tertekan. Pada saat yang sama, memang bisa dipahami ada kesulitan besar dalam komunikasi, karena anggota generasi pertama yang datang ke Jerman dari Kosovo dua dekade lalu tidak bisa berbahasa Jerman, sehingga sering mengalami banyak kendala ketika berhubungan dengan pihak berwenang.
Tetapi Meinhart Ramaswamy mengeluh, media terlalu bias dalam membuat berita. "Ada seorang dokter gigi di sini yang membawa wabah corona dari resor ski Ischgl di Austria, dan sebelum menyadari itu, dia masih merawat sekitar 500 pasien. Tidak ada yang memberitakan tentang itu!" katanya. Namun dia juga mengakui: "Kompleks perumahan seperti ini, di mana orang-orang tinggal berdesakan bersama, dan kondisi kehidupan sangat buruk, adalah tempat berkembang biak alami untuk wabah seperti itu."
(hp/yp)