Selasa 16 Jun 2020 17:03 WIB

Netanyahu Dikabarkan Pecah Koalisi dengan Benny Gantz

Pembubaran koalisi dinilai dapat menguntungkan Netanyahu dalam pemilu Israel.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu
Foto: AFP POOL
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Salah satu sumber pemerintah Israel mengatakan perdana menteri Benjamin Netanyahu sedang mencari alasan untuk mengakhiri kerja sama dengan Benny Gantz dari Partai Blue and White dalam waktu dekat. Hal itu dapat memicu pemilihan umum yang mungkin akan menguntungkan Netanyahu.

"Perkawinan antara kami dan Blue and White akan berakhir dengan Rabbinate (perceraian) lebih cepat dibandingkan yang semua orang kira, Netanyahu sedang mencari waktu yang tepat dan dalih yang tepat untuk menggelar pemilihan umum," kata pejabat senior itu pada Channel 12, seperti dilansir dari the Times of Israel, Selasa (16/6).

Baca Juga

Sumber mengatakan negosiasi atas anggaran negara yang harus diloloskan pada akhir Agustus dapat menjadi dalih yang tepat untuk mengakhiri kemitraan. Pejabat itu mengklaim istri Netanyahu, Sarah dan putranya Yair mendorong agar pemerintahan dibubarkan.

Kabarnya Netanyahu tidak senang dengan pernyataan menteri-menteri Blue and White baru-baru ini. Hal itu termasuk komentar Menteri Kehakiman Avi Nissenkorn yang membela sistem peradilan yang menyerang Netanyahu. Menteri Kesetaraan Sosial Meirav Cohen juga mengatakan ia tidak percaya pada perdana menteri itu.  

Berdasarkan jajak pendapat partai Likud yang dipimpin Netanyahu dapat menang dengan mudah dalam pemilihan Knesset yang keempat sejak April 2019 karena dukungan terhadap Gantz sudah runtuh usai ia melanggar janjinya dan bergabung dengan pemerintahan Netanyahu. Channel 12 melaporkan Netanyahu sudah meminta Partai Blue and White untuk mengubah klausa utama perjanjian pembagian kekuasaan. The Times of Israel melaporkan hal itu dapat memicu krisis koalisi.

Sebab berdasarkan perjanjian koalisi yang disepakati kedua partai, jika Knesset dibubarkan maka pemilihan umum akan digelar pada November 2020 dan November 2021 setelah enam bulan 'masa darurat ' berakhir. Namun, bila pemilihan digelar sebelum Gantz menjabat sebagai perdana menteri seperti yang sudah disepakati sebelumnya. Maka otomatis Gantz yang akan menjadi perdana menteri transisi bukan Netanyahu. Klausa itu bertujuan agar Likud tidak mengakhiri kemitraan sebelum Gantz mendapat kesempatan sebagai perdana menteri.

Kabarnya Netanyahu meminta agar klausa tersebut diganti sehingga ia tetap menjabat sebagai perdana menteri bila Mahkamah Agung membubarkan kesepakatan koalisi. Kesepakatan koalisi itu berbunyi bila Mahkamah Agung membatalkan undang-undang karena kesepakatan koalisi selama masa darurat maka Netanyahu yang akan menjadi perdana menteri transisi. Namun, menurut Channel 12, Netanyahu khawatir Mahkamah Agung dapat mengambil keputusan itu setelah bulan November.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement