Selasa 16 Jun 2020 23:23 WIB

Keluarga Brooks Menuntut Keadilan

Kepolisian Atlanta dinilai telah melanggar kepercayaan yang diberikan warga.

Demonstran menggelar aksi protes atas tertembaknya lagi seorang kulit hitam oleh polisi AS di Restauran Wendy
Foto: EPA-EFE/Erik S. Lesser
Demonstran menggelar aksi protes atas tertembaknya lagi seorang kulit hitam oleh polisi AS di Restauran Wendy

REPUBLIKA.CO.ID, ATLANTA  -- Keluarga Rayshard Brooks menuntut keadilan dan "perubahan drastis" pada tingkat kebijakan setelah seorang anggota kepolisian kulit putih di Atlanta, Georgia, Amerika Serikat, menembak Brooks dari belakang.

Kematian Brooks, 27, merupakan peristiwa pembunuhan terhadap warga kulit hitam terbaru di AS. Setelah insiden itu, wali kota Atlanta minta kepolisian untuk berbenah. Petugas forensik dari Fulton County menyatakan Brooks tewas terbunuh akibat luka tembak.

Baca Juga

Sebelum Brooks, seorang polisi kulit putih dari Kota Minneapolis menekan dengan lutut leher seorang warga kulit hitam, George Floyd. Kematian Brooks dan Floyd memicu aksi protes massa terhadap sikap rasis dan brutal polisi AS.

"Kami lelah dan kami frustasi. Lebih penting lagi, hati kami hancur, jadi kami menuntut keadilan untuk Rayshard Brooks," kata sepupu korban, Tiara Brooks, saat jumpa pers.

"Kepercayaan yang kami berikan ke kepolisian dilanggar. Satu-satunya cara untuk menyembuhkan luka ini melalui pengadilan dan perubahan drastis pada departemen kepolisian," tambah dia.

Sejumlah kerabat korban menyebut Brooks sebagai seorang pria yang hangat dan sayang keluarga. Ia senang membawa anak perempuannya ke arena bermain ski. Seorang pria, yang terlihat sedih dan berurai air mata, tiba-tiba berteriak: "Seseorang membunuh sepupu saya!"

Lebih dari 1.000 orang memenuhi jalanan di Capitol, Atlanta, Senin (15/6), menuntut keadilan untuk Brooks dan warga keturunan Afro-Amerika lain yang jadi korban aksi brutal polisi.

"Kami akan menduduki Capitol tiap harinya sampai mereka melakukan pekerjaan mereka," kata Pendeta James Woodall, ketua pembela hak sipil NACCP, ke massa aksi, sebagaimana dikutip Atlanta Journal-Constitution dan media lainnya.

Di tengah aksi, Majelis Negara Bagian Georgia memulai kembali sidang pada tahun ini dengan agenda membahas Undang-Undang Pidana Kebencian. Georgia merupakan satu dari empat negara bagian di AS yang belum punya beleid itu.

UU itu dapat meningkatkan hukuman mereka yang berbuat pidana karena alasan ras. Warga di Georgia menuntut keadilan bagi ras minoritas setelah kematian Brooks dan penembakan seorang warga kulit hitam lainnya, Ahmaud Arbery.

Arbery ditembak seorang mantan polisi di Kota Brunswick, Februari. Wali Kota Atlanta, Keisha Bottoms mengumumkan pihaknya akan segera mereformasi tubuh kepolisian, termasuk mewajibkan polisi menurunkan ketegangan saat berhadapan dengan massa serta mewajibkan polisi bertindak saat melihat koleganya melakukan kekerasan terhadap tersangka.

Bottoms saat jumpa pers mengatakan hatinya hancur dan ia marah saat mengetahui insiden yang menimpa Brooks. "Saya marah, (kejadian) itu membuat saya sedih dan frustasi dan tak ada yang saya dapat katakan yang dapat mengubah kejadian hari Jumat," ujar dia.

Wali Kota Atlanta mengatakan ia tidak dapat menunggu rekomendasi dari dewan kota untuk mereformasi kepolisian. "Jelas telihat, kita tak lagi dapat menunggu satu hari, satu menit, bahkan satu jam lagi (untuk membuat perubahan)," kata Bottoms, seraya menambahkan kepolisian harus mencari cara yang lebih baik untuk mengendalikan bentrok dengan massa.

Sementara itu, Direktur International Brotherhood of Police Officers untuk willayah Asia Tenggara, Vince Champion, meminta seluruh pihak untuk menahan diri.

"Kita belum tahu kejadian lengkapnya. Kita mendasari pendapat kita dari tayangan video yang tak lengkap konteksnya," kata Champion. "Saya percaya wali kota dan kejaksaan saat ini tengah berupaya menenangkan massa," kata dia.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan insiden penembakan di Atlanta "situasi yang buruk" dan "sangat mengganggu".

Telepon dari restoran

Kejadian nahas yang menimpa Brooks mulai pada Jumat malam saat polisi menjawab telepon yang melaporkan korban tertidur dalam mobilnya di jalur pemesanan langsung (drive-through) di Wendy's, salah satu gerai makanan cepat saji di AS.

Rekaman peristiwa menunjukkan pertemuan antara polisi dan korban berlangsung wajar, tetapi berubah saat seorang polisi berupaya menahan Brooks. Korban pun melawan dan polisi lainnya terlihat menyeberang ke arah parkiran sambil memegang alat kejut listrik di tangannya.

Sementara itu, video dari alat rekam milik restoran menunjukkan Brooks berbalik saat ia lari dan kemungkinan berusaha mengambil alat kejut polisi. Setidaknya, ada dua polisi kulit putih yang berada di lokasi kejadian saat itu.

Namun, salah satu polisi melepas tembakan ke arah Brooks dan ia jatuh. Salah satu pengacara keluarga Brooks, Chris Stewart, mengatakan polisi seharusnya membiarkan Brooks pulang daripada mengejar dan menembaknya.

"Tidak perlu sampai ke level itu (menembak, red)," kata dia. "Di mana empati (polisi, red), (mereka) ketika mereka dapat membiarkan ia pulang?"

Kepala Kepolisian Atlanta, Erika Shields, mengundurkan diri setelah insiden Brooks. Polisi yang diduga membunuh Brooks pun dipecat dari kesatuan, dan polisi lainnya yang berada di tempat kejadian dapat sanksi administrasi.

"Kejaksaan pada pertengahan pekan ini akan memutuskan dakwaan untuk pelaku," kata Jaksa Fulton County, Paul Howard, Minggu (14/6).

Kematian Brooks memicu unjuk rasa di Atlanta setelah puluhan ribu warga AS dan masyarakat dunia turun ke jalan memprotes aksi rasisme serta sikap brutal polisi yang menyebabkan Floyd tewas pada 25 Mei. Istri Brooks, Tomika Miller, meminta massa menggelar aksi damai dengan membawa nama suaminya. "Kita ingin membawa nama dia tetap positif," kata dia.

sumber : Reuters/antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement