Sabtu 20 Jun 2020 10:14 WIB

Airlangga: Reset dan Transformasi Percepat Pemulihan Ekonomi

Pemerintah menyiapkan skenario defisit anggaran dan akan mengembalikannya tahuh 2023.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyimak pertanyaan wartawan saat memberikan keterangan terkait peluncuran situs resmi Kartu Prakerja di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (20/3/2020).
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyimak pertanyaan wartawan saat memberikan keterangan terkait peluncuran situs resmi Kartu Prakerja di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (20/3/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan, pandemi Covid-19 memberi tekanan perekonomian. Baik pada permintaan maupun penawaran. Ia mengaku semua indikator memberikan sinyal pelemahan ekonomi.

Secara umum, pandemi memberikan dampak tiga dampak pada perekonomian. Yakni, penurunan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pengangguran, dan peningkatan kemiskinan. Airlangga menekankan, dalam setiap langkah yang dilakukan pemerintah, selalu mempertimbangkan aspek kesehatan, sosial ekonomi dan keuangan.

Menko Perekonomian mengaku ada tiga langkah yang disiapkan pemerintah untuk mengatasi pelemahan ekonomi ini. Pertama, pembukaan ekonomi secara bertahap menuju tatanan kenormalan baru. Kedua, program pemulihan ekonomi nasional, dan ketiga reset dan transformasi ekonomi. “Reset menjadi penting karena berbagai sektor ekonomi sudah minus, sehingga dari minus itu perlu dikembalikan ke nol. Lalu dari nol kita akan transformasikan agar berkembang menjadi positif,” tutur Airlangga dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Sabtu (20/6).

Ia mengingatkan, saat ini Indonesia sedang menghadapi situasi yang tidak normal. Ketua Umum Partai Golkar ini menegaskan, hal ini penting dipahami bersama agar memiliki kesamaan pandangan bahwa yang terjadi di Indonesia sama dengan 215 negara lain di dunia. “Hampir seluruh negara di dunia masuk dalam periode minus. Pandemi ini berdampak besar pada berbagai sektor perekonomian, ini yang membedakan dengan krisis di tahun 1998 dan 2008,” ujarnya.

Menurut Airlangga, Indonesia memiliki resiliensi yang kuat. Indonesia, bersama India dan Cina menjadi tiga negara yang masih positif secara ekonomi. Selain itu, ekonomi Indonesia tahun 2020 diprediksi masih di jalur positif. Menurut proyeksi IMF akan tumbuh 0,5 persen dan menurut World Bank diperkirakan tidak tumbuh atau nol persen.

“Kalau kita lihat di kuartal pertama, Indonesia juga masih positif. Tapi  memang di kuartal kedua dengan adanya PSBB, Indonesia diprediksi masuk di dalam jalur minus sekitar minus 3 persen,” kata Airlangga. Di kuartal I tahun 2020, dari sisi konsumsi (demand), yang membuat kontraksi adalah konsumsi yang pertumbuhannya turun dari biasanya di atas 5 persen (5,3 persen di kuartal I tahun 2019) menjadi 2.7 persen.

Kemudian investasi tumbuh 1,7 persen, lalu konsumsi pemerintah masih menunjang dalam bentuk belanja negara melalui anggaran, yaitu tumbuh sebesar 3,7 persen. Sementara dari sisi dunia usaha (supply), sektor manufaktur ada di 2,1 persen dan perdagangan di 1,6 persen, namun pertanian ada di 0 persen.

”Jadi pertanian ini menjadi perhatian untuk kembali bisa menopang di saat ekonomi seperti ini. Di bulan Juni-Juli akan ada panen raya, maka sektor ini diharapkan bisa membuat kuartal ketiga 2020 tidak terlalu turun, apalagi didukung adanya new normal,” tegas Menko Airlangga.

Ia pun memberi gambaran bahwa krisis akibat Pandemi Covid-19 ini tidak akan selesai sampai akhir tahun 2020. ”Bisa terus bergeser ke tahun 2021, 2022, untuk recovery,” ujarnya. Pemerintah sudah menyiapkan skenario defisit anggaran dan akan mengembalikannya di tahun 2023. ”Sehingga kita punya ruang untuk melakukan stimulus fiskal maupun untuk pembiayaan,” tuturnya.

Kemudian, jika dilihat dari segi ekspor impor, neraca ekspor turun dan yang bisa menahan penurunan adalah sektor industri pengolahan. ”Mining mengalami penurunan, kemudian oil and gas. Dari segi impor, konsumsi juga menurun banyak. Bahan baku turun. Lalu, yang menjadi catatan adalah capital juga turun, itu berarti investasi turun dan penciptaan lapangan terbatas,” papar Menko Perekonomian.

Dari sisi penerimaan pajak sektoral, sektor pertambangan, transportasi, konstruksi dan real estate, perdagangan, manufaktur, serta keuangan mengalami penurunan. ”Jika sektor keuangan sudah terdampak, itu berarti membutuhkan langkah-langkah koordinasi Pemerintah bersama BI dan OJK secara cepat. Dengan catatan, cepat dan tidak tersandung oleh aparat hukum,” tegas Airlangga.

Ia pun menyebut, ada beberapa sektor yang tertekan dampak Covid-19 namun mulai terjadi pembalikan arah seiring dengan pembukaan ekonomi, seperti otomotif dan distribusi bahan bangunan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement