Senin 22 Jun 2020 15:03 WIB

Pemerintah Kejar Pertumbuhan di Paruh Kedua 2020

Pemerintah berharap April dan Mei merupakan kondisi terburuk bagi perekonomian.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Fuji Pratiwi
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) bersama Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa (kanan) menyampaikan paparan saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (22/6/2020). Raker tersebut membahas asumsi dasar Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021.
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) bersama Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa (kanan) menyampaikan paparan saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (22/6/2020). Raker tersebut membahas asumsi dasar Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini, pemerintah fokus mengejar pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga dan keempat. Sebab, ekonomi nasional diprediksi mengalami kontraksi pada kuartal kedua 2020.

"Kita harap, kondisi April dan Mei merupakan kondisi terburuk sehingga Juni dan Juli sudah bisa melihat perbaikan dan momentum terjaga di kuartal ketiga dan keempat," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR pada Senin (22/6).

Baca Juga

Kementerian Keuangan masih memiliki proyeksi yang sama untuk sejumlah asumsi makro. Misalnya, pertumbuhan ekonomi yang diprediksi berada pada kisaran 4,5 persen hingga 5,5 persen pada 2021.

Pemerintah bersama Bank Indonesia dipastikan akan mengawal kebijakan fiskal dan moneter agar momentum pemulihan pada semester kedua dapat terealisasi. Hal tersebut diharapkan mampu memunculkan kepercayaan diri untuk dapat mencapai prediksi pertumbuhan ekonomi tahun depan.

Selain itu, inflasi juga masih berada pada tingkat tiga plus minus satu persen, atau rentang dua sampai empat persen. "Meski terjadi pemulihan ekonomi, kita perkirakan tekanan permintaan (demand pressure) tidak terlalu tinggi dengan komponen inflasi inti terjaga oleh kebijakan moneter," ucap Sri.

Dari sisi fiskal, Sri mengusulkan penurunan kupon Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun. Sebab, pemerintah mengamati kondisi pasar keuangan perlahan mulai membaik.

Kupon SBN tenor 10 tahun 2021 diusulkan menjadi 6,29 persen hingga 8,29 persen. Semula, pemerintah menetapkan kupin SBN 10 tahun berada pada level 6,67 persen sampai 9,56 persen dengan mempertimbangkan kondisi pasar pada Maret-April. Sementara kupon SBN tenor lima tahun diusulkan pada rentang 5,88 persen hingga 7,88 persen.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement