REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Arab Saudi menaikkan bea masuk 575 jenis produk. Hal itu dinilai akan berdampak terhadap kinerja ekspor nonmigas Indonesia.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Kasan menjelaskan, beberapa produk yang terdampak, antara lain produk otomotif (HS 87) yang bea masuknya naik dari 5 persen menjadi 7 persen. Juga produk kertas dan turunannya (HS 48) naik dari 5 persen menjadi 8 sampai 10 persen. Kemudian besi, baja, dan barang dari besi atau baja (HS 72 dan HS 73) naik dari 5 persen menjadi 8 sampai 20 persen.
Nilai ekspor Indonesia ke Arab Saudi untuk produk-produk tersebut mencapai lebih dari 624 juta dolar AS, itu belum termasuk produk lainnya," ujar Kasan melalui siaran pers pada Selasa (23/6).
Hal tersebut berdampak langsung terhadap ekspor Indonesia ke Saudi. Meski begitu, kata Kasan, ada berbagai produk ekspor unggulan Indonesia yang tidak terdampak kenaikan bea masuk tersebut. Di antaranya produk sawit dan turunannya (HS 15), produk kayu (HS 44), serta produk daging dan ikan (HS 16). Selain itu, produk vitamin, makanan laut, beras, sayur dan buah-buahan, serta berbagai macam produk yang mendukung peningkatan imunitas tubuh masih diberikan relaksasi impor oleh Saudi.
"Kita harus bisa memanfaatkan peluang pasar sebaik-baiknya," ucap Kasan.
Ekspor Indonesia ke Saudi periode Januari-April 2020 sebesar 519,86 juta dolar AS. Pada 2019 sebesar 1,50 miliar dolar AS, dan pada 2018 sebesar 1,22 miliar dolar AS. Adapun produk ekspor utama Indonesia ke Saudi meliputi otomotif, produk ikan, sawit dan turunannya, produk kayu, karet, dan produk kertas.