REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA--Puluhan warga yang terdampak bencana tanah longsor di Kampung Mekarsari, Desa Cikubang, Kecamatan Taraju, Kabupaten Tasikmalaya, masih mengungsi hingga Selasa (23/6). Bencana longsor yang terjadi pada Jumat (19/6) malam membuat rumah mereka tak bisa lagi ditempati.
Berdasarkan pantauan Republika di lokasi pengungsian terdapat 30 kepala keluarga (KK) atau 94 jiwa yang terdampak longsor. Mereka mengungsi di tenda darurat, mushala, dan rumah warga yang dianggap aman.
Salah satu warga yang mengungsi, Kartika (36 tahun) mengatakan, sudah sejak kejadian longsor telah mengungsi bersama keluarganya. Ia terpaksa harus tidur di tenda darurat karena rumahnya tak bisa lagi dihuni karena terdampak longsor. "Takut kalau kembali ke rumah, sudah retak-retak tanahnya," katanya Selasa (23/6).
Rumahnya memang tak terdampak langsung bencana longsor yang terjadi. Namun, tanahnya di rumahnya sudah retak-retak. Sementara rumah lainnya juga ikut terdampak.
Berdasarkan catatan di posko pengungsian, terdapat 30 rumah yang terdampak. Empat rumah rusak berat, sembilan rumah retak-retak, dan 17 rumah terancam. Selain itu, sekira 0,5 hektare sawah tertimpa longsor.
Kartika mengatakan, selama di pengungsian sekira 20 perempuan tinggal di tenda, sementara para laki-laki tinggal di mushala, dan sisanya tinggal di rumah tetangganya. Selama tinggal di tenda pengungsian, ia tak bisa beraktivitas seperti biasa. Sebab, tinggal di tenda darurat tak seperti di rumahnya sendiri."Ya enak tidak enak, harus dijalani," kata dia.
Kondisi tenda pengungsian itu memang sangat minimalis. Tenda hanya memiki luas sekira 5x5 meter dan hanya dialasi terpal. Ketika hujan turun, pintu tenda harus ditutup agar air tak masuk ke dalam.
Menurut Kartika, kebutuhan yang mendesak dibutuhkan pengungsi adalah kebutuhan logistik, selimut, pakaian, dan kasur. Sebab, jika malam hari udara di wilayah itu sangat dingin.
Ia juga berharap ada perhatian langsung dari pemerintah untuk merelokasi warga yang terdampak. Sebab, rumah mereka saat ini sudah tak lagi bisa ditempati. "Mau kembali ke rumah juga tak bisa. Barang-barang juga sudah dibawa ke rumah tetangga agar aman," kata dia.
Salah seorang warga yang terdampak lainnya, Yoyo (45) mengatakan, kejadian tanah longsor itu terjadi pada Jumat sekira pukul 20.00 WIB. Satu rumah rusak total akibat tertimpa longsoran itu. Beruntung tak ada korban jiwa dalam kejadian itu."Saat kejadian, yang punya rumah lagi ngaji di masjid," kata dia.
Ia mengatakan, tak ada tanda-tanda sebelum kejadian longsor. Namun, tanah di wilayah itu sudah retak-retak. Menurut dia, bencana tanah longsor itu merupakan yang kali pertama terjadi di wilayah itu. Sebelumnya, tak pernah ada kejadian longsor.
Ia berharap ada penanganan cepat dari pemerintah. Sebab, rumah-rumah warga yang terdampak longsor itu tak bisa lagi ditempati."Kalau bisa mah dibuatkan rumah baru. Soalnya di sini sudah rawan longsor," kata dia.
Sementara itu, Ketua Rukun Warga (RW) setempat, Supiatna mengatakan, bencana tanah longsor di wilayahnya itu baru pertama kali terjadi. Menurut dia, kerugian akibat bencana longsor mencapapai ratusan juta rupiah. Bukan hanya menyebabkan pulhan rumah terancam, tapi juga sawah yang menjadi sumber penghasilan warga.
Kendati demikian, menurut dia, pihaknya sudah mulai berkoordinasi dengan pemerintah untuk penanganan jangka panjangnya. "Kalau warga sudah mau kalau direlokasi semua. Asal semuanya ikut relokasi," kata dia.
Supiatna mengatakan, di dekat wilayah itu terdapat tanah milik desa. Rencananya, warga yang terdampak akan direlokasi ke tempat itu. "Kalau di sana tanahnya tidak rawan longsor karena dara. Sekira 2 kilometer dari sini," kata dia. Namun, ia belum bisa memastikan kapan realisasi relokasi dapat dilakukan. Menurut dia, perihal relokasi harus menunggu keputusan dari pemerintah daerah.
"Kita harap juga secepatnya, karena warga sudah takut ke rumah apalagi kalau hujan. Semua sudah retak, susah diperbaiki. Kata BPBD juga nggak boleh ditempati lagi karena rawan longsor lagi," kata dia.