Rabu 01 Jul 2020 08:24 WIB

Kasus Covid-19 di Palestina Naik Setiap Hari

Palestina mempertimbangkan kembali lockdown karena kasus Covid-19 terus naik

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nur Aini
Pekerja Palestina mengisi tong dengan semen yang akan digunakan untuk memblokir jalan sebagai langkah untuk membatasi pergerakan karena pandemi COVID-19 yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 virus Corona di kota Hebron, West Bank, Senin (30/3). Menurut laporan, pihak berwenang Hebron memerintahkan penutupan penuh setelah tiga kasus baru Covid-19 dikonfirmasi pada 29 Maret
Foto: EPA
Pekerja Palestina mengisi tong dengan semen yang akan digunakan untuk memblokir jalan sebagai langkah untuk membatasi pergerakan karena pandemi COVID-19 yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 virus Corona di kota Hebron, West Bank, Senin (30/3). Menurut laporan, pihak berwenang Hebron memerintahkan penutupan penuh setelah tiga kasus baru Covid-19 dikonfirmasi pada 29 Maret

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Juru Bicara Otoritas Palestina, Ibrahim Milhim menyatakan sebanyak 255 kasus baru Covid-19 telah dikonfirmasi di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, pada Selasa (30/6) waktu setempat. Pemerintah Palestina melihat peningkatan kasus Covid-19 terjadi hampir setiap hari.

Total kasus Covid-19 dalam 24 jam terakhir sebanyak 353, dengan rincian 181 kasus terdeteksi di Hebron, yang menjadi pusat gelombang kedua kasus corona di Tepi Barat. Ada pula 53 kasus yang didiagnosis di Yerusalem Timur.

Baca Juga

Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri Otoritas Palestina, Ghassan Nimr mengatakan, Palestina bisa kembali menerapkan lockdown total atau karantina wilayah jika situasinya terus memburuk. Namun untuk sekarang, hal itu masih belum dipastikan.

"Kami tidak condong ke arah itu sekarang, tetapi jika kami terus melihat peningkatan kasus corona, maka bisa mengarah kembali pada lockdown, dan ini sesuatu yang diharapkan," kata Nimr seperti dilansir dari Times of Israel, Rabu (1/7).

Pada awal Juni, Tepi Barat hanya memiliki 276 ventilator. Otoritas Palestina mengantisipasi lonjakan kasus dengan berusaha mendapatkan ventilator lebih banyak. Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menilai Otoritas Palestina membutuhkan sekitar 1.200 ventilator untuk melaksanakan rencana tanggap daruratnya.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Palestina Kamal al-Shakra mengakui jumlah kasus di Tepi Barat terus meningkat dan sebagian besar ventilator di Tepi Barat sedang digunakan. "Mungkin tidak ada lagi yang tersisa," kata al-Shakra.

Al-Shakra menyampaikan, tidak ada perbedaan antara gelombang pertama dan kedua virus Covid-19. "Satu-satunya perbedaan adalah kurangnya kepatuhan protokol kesehatan. Jika situasinya berlanjut seperti ini dan jumlah kematian dan kasus kritis meningkat, kita akan melihat bencana medis di Palestina. Faktanya, kita sudah memilikinya," kata al-Shakra.

Wabah Covid-19 pada awal kemunculan sebagian besar berada di desa-desa kecil. Tetapi sekarang telah menyebar di seluruh Tepi Barat. Titik penyebaran terbesar berada di Nablus dan Hebron. Sementara Ramallah, Bethlehem, dan wilayah dengan populasi besar lainnya juga telah melaporkan puluhan kasus Covid-19 baru.

Menteri Kesehatan Palestina Mai al-Kaila memperingatkan soal kemungkinan adanya ratusan kasus Covid-19 yang sampai sekarang tidak terdeteksi di Hebron. Menurut perhitungannya, jumlah kasus di Hebron meningkat dua kali lipat setiap empat hari.

Mengapa Hebron menjadi pusat wabah, Gubernur Hebron Jabarin al-Bakri mengatakan hal itu karena besarnya aktivitas pergerakan penduduk. Apalagi di sana terdapat 50 ribu pekerja Palestina yang secara teratur masuk ke dalam Israel.

"Dan 270 ribu penduduk Negev yang sering datang ke sini, dan banyak penduduk Yerusalem memiliki anggota keluarga di sini. Ada banyak percampuran dengan orang-orang Palestina yang tinggal di dalam Israel," kata al-Bakri.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement