REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernikahan bisa dihukumi haram apabila dalam pelaksanaannya terjadi pelanggaran syariat. Baik itu pelanggaran dalam rukun dan syarat yang sengaja dilanggar, atau bahkan pelanggaran teknis pernikahan yang menabrak ketentuan.
Imam Syafii dalam kitab Mugni al-Muhtaj menjelaskan, salah satu yang menyebabkan batalnya pernikahan adalah pernikahan yang berbentuk warisan. Perkawinan semacam ini dilarang terlebih kerap ada anggapan di kalangan masyarakat Arab jahiliyah bahwa perempuan itu adalah benda yang dapat diberikan maupun diperjual-belikan.
Jadi ketika itu, saudara suami dapat mewarisi istri jika si suami meninggal dunia. Istri yang ditinggal mati suaminya biasanya tidak bisa menolak permintaan warisan pernikahan tersebut.
Dijelaskan pula apabila seorang ayah meninggal dunia, maka anak sulungnya berhak mengawini istri ayahnya yang bukan ibu kandungnya. Perkawinan model ini banyak dilakukan di Persia dan menurut Imam Syafii jelas tidak boleh dan pernikahannya dihukumi batal.
Selain perkawinan warisan, nikah mut’ah (kawin kontrak), nikah muhallil (istri yang telah ditalak tiga kembali dinikahi), poliandri, dan nikah syigar (seorang lelaki menikahi wanita dengan syarat mahar yang dijadikan pernikahan tersebut adalah anak wanita laki-laki untuk menikah dengan wali wanita yang ia nikahi).