REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) menerapkan konsep pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) dalam menindaklanjuti laporan Kalsum, ibu yang sempat mau dilaporkan oleh anaknya karena persoalan kendaraan dari uang warisan almarhum suaminya.
"Nanti kita akan gunakan konsep restorative justice. Karena persoalan seperti itu tidak bisa kita lihat hanya dari kaca mata hukum saja tanpa melihat asal-usul permasalahan. Jadi akan kita dudukan bersama," kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB, Kombes Hari Brata di Kota Mataram, Kamis (2/7).
Kalsum didampingi kuasa hukumnya, Lalu Anton Hariawan pada Rabu (1/7) siang, secara resmi melaporkan Mahsun, anak semata wayangnya ke Polda NTB. Dalam laporannya, Kalsum tidak hanya melaporkan Mahsun terkait dugaan pelanggaran tindak pidana penggelapan harta warisan, melainkan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Jadi terlapor (Mahsun) membuat fitnah dan mencemarkan nama baik klien kami melalui media online, dengan mengatakan bahwa klien kami menggelapkan sepeda motor, padahal dengan jelas sepeda motor tersebut dibeli klien kami dengan jerih payah dan keringat sendiri," ujar Anton.
Untuk dugaan penggelapan harta warisan, jelas Anton, dasar laporannya sesuai dengan penjualan tanah seluas 40 are (4.000 m2), peninggalan almarhum suami Kalsum yang dijual oleh Mahsun seharga Rp 240 juta.
Dalam perkara tanah tersebut, Kalsum dikatakan tidak mendapatkan hak sesuai dengan tatanan ilmu faraid atau dalam hal pembagian warisan, yang seharusnya mendapatkan setengah dari nilai harta warisan.
"Jadi tanah itu dijual seharga Rp 240 juta yang disebut terlapor hasil jual tanah seluas 40 are. Seharusnya klien kami ini mendapatkan setengah dari hasil penjualan, tapi di mana uang tersebut, tidak ada, melainkan klien kami hanya diberikan Rp 15 juta dan uang itu pun diminta kembali oleh Mahsun dengan alasan beli motor," ucap Anton.
Karena hal tersebut berkaitan dengan pembagian harta warisan, Anton juga merencanakan untuk melanjutkan perkara ini ke ranah perdata. "Pekan depan kami akan ajukan gugatan perdata," kata Anton.