REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus pembunuhan Serda Saputra (H), anggota Bintara Pembina Desa (Babinsa) Pekojan, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, kini ditangani Pusat Polisi Militer (Puspomal) TNI. Serda H tewas di depan Hotel Mercure, Jalan Kali Besar, Tambora, Jakarta Barat pada Senin (22/6) dini hari WIB, setelah berusaha mencegah kekacuan di hotel yang dijadikan lokasi isolasi mandiri pekerja migran Indonesia yang datang dari luar negeri ini.
Komandan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI Mayjen Eddy Rate Muis, menjelaskan, insiden yang terjadi di Hotel Mercure Batavia pada 22 Juni 2020, diawali tindak pidana perusakan, penganiayaan, dan pembunuhan yang dilakukan oleh oknum perwira TNI AL berinisial Letda RW yang menyebabkan satu anggota TNI AD berinisial Serda H meninggal dunia.
Eddy menjelaskan, penyelidikan kasus itu dikerjakan dengan cepat secara marathon oleh POM TNI bekerja sama dengan polisi militer angkatan untuk menghindari hilangnya barang bukti dan saksi pergi meninggalkan tempat. Dia mengatakan, berkat kerja keras penyidik dalam tempo delapan hari, kasus itu dapat terungkap berdasarkan hasil olah tempat kejadian perkara (TKP), pengakuan tersangka, dan hasil rekaman CCTV.
"Sejumlah barang bukti yang ada serta keterangan para saksi yang diperiksa sebanyak 20 orang terdiri 17 orang sipil, dua anggota militer, dan satu dari kepolisian," kata Eddy di Ruang Rapat Puspomal, Jalan Boulevard BGR Nomor 9 Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (2/7).
Dalam siaran Puspen TNI, Eddy didampingi Komandan Puspom AL (Puspomal) Laksma Nazali Lempo dan Wakil Puspen TNI Laksma Tunggul Suropati. Menurut Eddy, dalam kasus itu ditetapkan dua tersangka oknum anggota TNI, yaitu Letda RW (pelaku utama), Sertu H (yang meminjamkan senjata), dan enam warga sipil yang proses penyidikannya diserahkan ke Polres Metro Jakarta Barat.
Eddy menjelaskan, kronologi kejadian kasus tersebut, berawal dari tersangka datang ke Hotel Mercure Batavia dalam kondisi telah mengkonsumsi minuman beralkohol untuk menemui teman wanitanya yang baru dikenal lewat media. Namun, kedatangan Letda RW dilarang oleh petugas. Hal itu lantaran Hotel Mercure merupakan tempat karantina bagi penderita Covid-19.
Dalam kondisi mabuk, sambung dia, tersangka tidak terima dan tetap memaksakan diri untuk masuk ke dalam hotel. Selain itu, menurut Eddy, Letda RW melakukan tindakan perusakan dengan menembak gagang pintu hotel dan menembak ke atas. "Upayanya untuk masuk melalui pintu depan tidak berhasil akhir tersangka masuk melalui pintu belakang," kata Eddy.
Dari peristiwa itu, sambung dia, pihak sekuriti hotel melaporkan kepada petugas Koramil dan Polsek Tambora tentang terjadinya keributan dan penembakan di Hotel Mercure. Tidak berselang lama, Sertu H dan anggota Polsek Tambora datang ke TKP untuk menemui para tersangka. "Di TKP tersangka ditegur dan tidak terima, sehingga terjadi cekcok yang berakhir tersangka mengejar Serda H (korban) kemudian menusuk dua kali menggunakan senjata tajam jenis badik," ucap Eddy.
Dari hasil penyelidikan, Eddy melanjutkan, Letda RW sudah cukup bukti ditetapkan jadi tersangka dengan dijerat pasal berlapis. Pertama, Letda RW dikenakan pasal pembunuhan dengan ancaman hukuman 15 tahun. Kedua perusakan di tempat umum dengan ancaman hukuman 2 tahun 8 bulan. Ketiga, pasal penyalahgunaan senjata api dalam Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1959 ancaman hukuman paling berat 20 tahun.
Eddy menambahkan, dalam dua hari atau pada Sabtu (4/7), berkas para tersangka selesai, dan siap diajukan ke Oditur Militer Jakarta untuk disidangkan.