REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3, Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Achmad Gunawan Widjaksono menyampaikan, sesuai pasal 54 PP 101 Tahun 2014, pemanfaatan limbah B3 dapat berupa substitusi bahan baku, substitusi sumber energi, bahan baku lainnya sesuai Iptek. Khusus untuk empat sumber limbah B3 (slag nikel, fly ash, steel slag, spent bleaching earth) diberikan kemudahan untuk bisa dikecualikan sebagai limbah B3 atau sebagai by product.
Deded Permadi Sjamsudin sebagai Direktur Bina Teknik Jalan dan Jembatan, Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Pekerjaan Rakyat (PUPR) menjelaskan, slag nikel memiliki senyawa kimia yang mirip dengan senyawa kimia pada agregat alam yang umum digunakan sebagai material konstruksi. Dengan begitu berpotensi digunakan sebagai material konstruksi dan mengurangi eksploitasi alam.
Mewakili Asosiasi Perusahaan Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) Aladin Sianipar menyebutkan beberapa contoh produk yang berbahan dasar slag nikel di antaranya adalah batako, beton pracetak dan siap cetak, road base dan lapangan, pembenah tanah, media tumbuh dan pupuk, mortar dan semen slag, semen portland komposit, serta geopolimer semen.
"Pada dasarnya slag nikel merupakan kelompok mineral nonlogam yang dapat dikelompokkan sebagai mineral olivine. Di antaranya merupakan bahan galian nonlogam atau kelompok galian pasir dan batuan," kata Aladin.
Guru Besar Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung Dradjad Irianto menyatakan, slag nikel merupakan harta kekayaan Indonesia dari sebagian banyak material yang masih bisa diolah dan diteliti sehingga bisa memberi nilai tambah bagi bangsa Indonesia. Maka pemanfaatan slag nikel diharapkan dapat memacu produktivitas sektor industri sehingga tetap berperan sebagai penggerak roda perekonomian nasional.