REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengharapkan agar target partisipasi pemilih bisa mencapai angka di atas 50 persen.
"Target partisipasi, ya jelas kami harapkan di atas 50 persen. Kalau bisa semakin tinggi, semakin baik," ujar Tito dalam seminar daring di Jakarta, Sabtu (4/7). Menurut penuturan Ketua KPU Arief Budiman, jumlah pemilih dalam Pilkada 2020 berdasarkan data 9 Juni adalah sekitar 106 juta orang (106.774.112 orang).
Dengan demikian, berarti target pencapaian partisipasi pemilih dalam Pilkada 2020 yang diharapkan Mendagri adalah separuhnya yaitu di atas 53 juta orang (53.387.056 orang).
Pilkada Serentak 2020 sendiri akan dihelat di 270 daerah. Pemungutan suara akan dilakukan serentak pada 9 Desember mendatang dan dilanjutkan penghitungan suara berjenjang dari tingkat TPS, kecamatan hingga kabupaten/kota dan provinsi.
Tahapan Pilkada sempat tertunda pada bulan Maret ketika pandemi COVID-19 memaksa pemerintah menerapkan langkah menjaga jarak sosial (social distancing), yang menyebabkan KPU menunda tahapan penyelenggaraan Pilkada serentak berikutnya yang kemudian berakibat pada penundaan tahapan pemungutan suara. Padahal, jika tidak ada pandemi, rencananya pemungutan suara Pilkada bakal dilaksanakan oleh 270 daerah pada 23 September 2020 mendatang.
Keputusan penundaan disepakati kemudian dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi II DPR RI dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), beserta penyelenggara pemilu, yakni: Bawaslu, KPU, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Senin, 30 Maret 2020 hingga terbitnya Perppu Penundaan Pilkada.KPU mengusulkan tiga opsi jadwal penundaan Plkada serentak 2020, yaitu opsi 1 yaitu opsi optimis tanggal 9 Desember 2020, Opsi 2, yaitu tanggal 1 April 2021 dan Opsi 3 yaitu September 2021. Terhadap opsi ini, Mendagri menyetujui opsi usulan KPU yaitu 9 Desember 2020.
Opsi ini merupakan opsi optimis karena telah tersedianya anggaran Pilkada serentak 2020 untuk tahun anggaran 2020 pada APBD 270 daerah yang akan pilkada. Dengan demikian anggaran Pilkada 2020 tetap pada posisi saat ini dan tak ada realokasi.
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) kemudian menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 2 tahun 2020 tanggal 4 Mei 2020 tentang penundaan Pilkada ke Bulan Desember.
Komisi II DPR RI kemudian menyepakati agar Perppu Penundaan Pilkada dibawa ke dalam rapat paripurna untuk disahkan menjadi Undang-Undang, namun Perppu Penundaan Pilkada itu kemudian digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Paguyuban Warga Solo Peduli Pemilu (PWSPP) pada Rabu 10 Juni 2020.
Ketua PWSPP Johan Syafaat Mahanani dalam permohonannya di laman resmi Mahkamah Konstitusi, mengatakan tidak setuju dengan pertimbangan pemerintah dalam menerbitkan perppu itu, di antaranya karena wabah COVID-19 tidak dapat diprediksi serta negara-negara lain yang juga terdampak COVID-19 tetap menggelar pemilu lokal mau pun nasional.
Dengan dijalankannya tahapan pilkada serentak mulai Juni 2020 dan pemungutan suara pada Desember 2020, pemohon khawatir penyebaran COVID-19 semakin luas karena banyak pertemuan akan dilakukan.
Sementara itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Arief Budiman menyebutkan bahwa penerapan protokol kesehatan akan dilakukan secara ketat dalam rangka pelaksanaan Pilkada 2020 di masa pandemi COVID-19.
Adapun, sejumlah kebutuhan penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 di masa pandemi itu antara lain:
"Masker kain 13 juta lembar lebih, untuk masker kain. Kemudian masker sekali pakai untuk petugas KPPS itu 304.927 boks. Jadi kami berikan per TPS itu 2 boks. Kemudian masker sekali pakai cadangan untuk pemilih di TPS, itu juga sebanyak 609.854 boks. Kemudian hand sanitizer, desinfektan, dan seterusnya," ujar Arief.
Arief menambahkan, setiap petugas juga perlu dibekali vitamin untuk menjaga daya tahan tubuh agar tidak mudah tertular COVID-19. Kemudian, bagi petugas yang bertugas di TPS juga harus memakai masker sejak dari rumah hingga di TPS.
KPU juga ingin pemilih dapat disediakan masker, sabun pencuci tangan cair, dan gentong air pada setiap TPS. Dan, KPU juga ingin menerapkan aturan dilarang bersalaman, dilarang berdekatan guna mematuhi physical distancing, serta mengatur jumlah pemilih yang boleh berada di TPS selama proses pemungutan suara.
Dengan asumsi menggunakan batasan maksimal 500 pemilih per TPS, maka berdasarkan data tersebut, KPU memperkirakan jumlah TPS akan sebanyak 304.927 tempat di seluruh Indonesia.