REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat telah ada sebanyak 71.633 kasus penyakit demam berdarah (DBD) di seluruh Indonesia sampai dengan Rabu (8/7). Jawa Barat (Jabar) tercatat sebagai provinsi yang melaporkan kasus DBD paling tinggi.
"Kita melihat bahwa provinsi-provinsi yang melaporkan jumlah kasus DBD cukup banyak itu ada di Provinsi Jawa Barat, Bali, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Lampung, DKI Jakarta, NTB, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Riau," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik dr Siti Nadia Tarmizi dalam telekonferensi melalui Zoom dari Kemenkes di Jakarta, Kamis (9/7).
Ia mengatakan provinsi-provinsi tersebut merupakan 10 besar provinsi yang mencatatkan kasus DBD tertinggi dibandingkan provinsi-provinsi lainnya. Jabar tercatat sebagai provinsi yang melaporkan kasus DBD paling tinggi dengan 10.772 kasus, disusul Bali 8.930 kasus, dan Jawa Timur (Jatim) 5.948 kasus.
Kemudian, disusul Nusa Tenggara Timur (NTT) 5.539 kasus, Lampung 5.135 kasus, DKI Jakarta 4.227 kasus, Nusa Tenggara Barat (NTB) 3.796 kasus, Jawa Tengah (Jateng) 2.846 kasus, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) 2.720 kasus dan Riau dengan 2.255 kasus.
Sedangkan angka kematian akibat DBD tercatat sudah sebanyak 459 orang, dengan Jawa Barat juga menjadi provinsi yang mencatatkan angka kematian paling tinggi, sebanyak 92 orang. Kemudian, diikuti NTT sebanyak 56, Jatim 53, Jateng 42, Lampung 22, Sulawesi Selatan (Sulsel) 19, Riau 19, Bali 18, Banten 16 dan NTB dengan 13 orang telah meninggal akibat DBD.
Selanjutnya, kabupaten/kota yang mencatatkan kasus DBD paling tinggi adalah Buleleng(Bali) dengan 2.677 kasus, Badung (Bali) 2.138 kasus, Kota Bandung (Jabar) 1.748, Sikka(NTT) 1.715, Jakarta Timur 1.365, Lombok Barat (NTB) 1.349, Kota Denpasar(Bali) 1.266, Gianyar(Bali) 1.224, Jakarta Barat 1.135 dan Malang (Jatim)1.021 kasus.
Berikutnya, kabupaten/kota yang mencatatkan angka kematian akibat DBD paling tinggi adalah Tasikmalaya (Jabar) dengan 16 orang meninggal, Sikka(NTT) 15, Cirebon (Jabar) 11, Belu (NTT) 9, Kota Bandung (Jabar) 9, Kota Jambi 8, Kota Kupang (NTT) 7, Pacitan (Jatim) 7, Bengkalis (Riau) 6 dan Kabupaten Bandung (Jabar) dengan 6 orang meninggal akibat DBD.
Jika dibandingkan dengan kasus DBD dalam tiga tahun terakhir dari 2017 hingga 2019, kata dia, kasus DBD pada periode Januari-Juli tahun 2020 tercatat masih lebih tinggi dibandingkan 35.101 kasus pada 2017 dan 21.861 kasus pada 2018. Namun, angka kasus di tahun 2020 masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan angka kasus pada periode Januari-Juli 2019, yang mencatat sebanyak 112.954 kasus.
Sementara itu, jika dibandingkan dengan angka kematian dalam tiga tahun terakhir, 459 angka kematian akibat DBD pada periode Januari-Juli 2020 masih tercatat lebih tinggi dibandingkan 243 pada 2017 dan 158 pada 2018. Sama seperti angka kasus, angka kematian tertinggi dalam empat tahun terakhir tercatat juga masih dilaporkan terjadi pada 2019 dengan 751 orang meninggal.
Kemenkes, kata Nadia, masih terus berupaya menyosialisasikan gerakan juru pemantau jentik nyamuk (jumantik) di rumah masing-masing keluarga untuk membatasi potesi perkembangbiakan nyamuk di lingkungan sekitar.
"Prinsipnya kita tetap mensosialisasikan untuk menjadi jumantik di rumah masing-masing di masa kita masih melakukan kebijakan untuk menjaga jarak. Memastikan rumah kita terbebas sarang nyamuk," katanya.
Selain di lingkungan sekitar rumah, Kemenkes juga mengimbau semua pihak untuk memastikan kebersihan ruangan di gedung-gedung perkantoran, sekolah, pesantren dan fasilitas umum lainya mengantisipasi tatanan kebiasaan baru.
"Pembukaan tempat-tempat wisata maupun hotel, penginapan, ini juga menjadi catatat bahwa untuk memastikan selain disinfeksi yang dilakukan, juga perlu melakukan pemberantasan sarang nyamuk terhadap gedung-gedung atau ruangan-ruangan yang selama ini mungkin tidak ada okupansinya akibat kita menerapkan kebijakan menjaga jarak," kata Siti Nadia.