REPUBLIKA.CO.ID, PALANGKA RAYA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebutkan perekonomian nasional pada kuartal II 2020 ini diprediksi terkontraksi 3,8 persen. Angka ini merosot jauh dari capaian pertumbuhan pada kuartal I tahun ini dengan angka 2,97 persen.
Presiden Jokowi menyampaikan, dampak pandemi Covid-19 memang merembet ke banyak sektor. Tak hanya berdampak pada kesehatan masyarakat, namun juga perekonomian nasional serta menekan daya beli masyarakat.
Namun, ujar presiden, Indonesia tidak sendirian dalam menghadapi tekanan ekonomi. Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) bahkan beberapa kali mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini dari angka minus 2,5 persen, berubah menjadi minus 5 persen, hingga terakhir berubah lagi menjadi rentang minus 6 sampai minus 7,6 persen.
Berkaca pada kondisi ini, presiden mewanti-wanti kepala daerah untuk tidak seimbang dalam menangani pandemi Covid-19, baik dari sisi kesehatan dan ekonomi. Menurutnya, pengendalian penyakit tetap menjadi prioritas tanpa meninggalkan pemulihan ekonomi.
"Prioritas kesehatan, tetapi ekonomi juga harus jalan. Karena kalau ekonomi tidak jalan, kesejahteraan masyarakat menurun, imunitas juga akan ikut turun, penyakit gampang masuk," katanya.
Jokowi pun memberi penjelasan bahwa krisis ekonomi saat ini berbeda dengan krisis yang sempat terjadi pada 1998 silam. Saat ini, dampak dari krisis ikut menekan pasokan, permintaan, dan produksi sekaligus.
Presiden pun meminta seluruh kementerian untuk mengebut belanja. Menurut presiden, belanja pemerintah adalah satu-satunya roda penggerak perekonomian nasional di saat rantai permintaan, pasokan, dan produksi goyah akibat pandemi Covid-19.
Kinerja cepat seluruh kementerian diperlukan demi menyelamatkan laju pertumbuhan ekonomi yang terancam minus. Menurut presiden, kunci penyelamatan ekonomi ada pada kuartal III 2020 ini. Bila pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal bisa bertahan di rentang positif, maka risiko resesi bisa jauh berkurang.