Jumat 10 Jul 2020 03:57 WIB

Jokowi Antisipasi Ekonomi Kuartal II Minus 3,8 Persen

Indonesia tak sendirian menghadapi kontraksi ekonomi.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Friska Yolandha
Presiden Joko Widodo meninjau lahan yang akan dijadikan
Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
Presiden Joko Widodo meninjau lahan yang akan dijadikan

REPUBLIKA.CO.ID, PALANGKA RAYA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebutkan perekonomian nasional pada kuartal II 2020 ini diprediksi terkontraksi 3,8 persen. Angka ini merosot jauh dari capaian pertumbuhan pada kuartal I tahun ini dengan angka 2,97 persen.

Presiden Jokowi menyampaikan, dampak pandemi Covid-19 memang merembet ke banyak sektor. Tak hanya berdampak pada kesehatan masyarakat, namun juga perekonomian nasional serta menekan daya beli masyarakat.

Baca Juga

Namun, ujar presiden, Indonesia tidak sendirian dalam menghadapi tekanan ekonomi. Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) bahkan beberapa kali mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini dari angka minus 2,5 persen, berubah menjadi minus 5 persen, hingga terakhir berubah lagi menjadi rentang minus 6 sampai minus 7,6 persen.

Berkaca pada kondisi ini, presiden mewanti-wanti kepala daerah untuk tidak seimbang dalam menangani pandemi Covid-19, baik dari sisi kesehatan dan ekonomi. Menurutnya, pengendalian penyakit tetap menjadi prioritas tanpa meninggalkan pemulihan ekonomi.

"Prioritas kesehatan, tetapi ekonomi juga harus jalan. Karena kalau ekonomi tidak jalan, kesejahteraan masyarakat menurun, imunitas juga akan ikut turun, penyakit gampang masuk," katanya.

Jokowi pun memberi penjelasan bahwa krisis ekonomi saat ini berbeda dengan krisis yang sempat terjadi pada 1998 silam. Saat ini, dampak dari krisis ikut menekan pasokan, permintaan, dan produksi sekaligus.

Presiden pun meminta seluruh kementerian untuk mengebut belanja. Menurut presiden, belanja pemerintah adalah satu-satunya roda penggerak perekonomian nasional di saat rantai permintaan, pasokan, dan produksi goyah akibat pandemi Covid-19. 

Kinerja cepat seluruh kementerian diperlukan demi menyelamatkan laju pertumbuhan ekonomi yang terancam minus. Menurut presiden, kunci penyelamatan ekonomi ada pada kuartal III 2020 ini. Bila pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal bisa bertahan di rentang positif, maka risiko resesi bisa jauh berkurang.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement