REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerbitan sukuk korporasi pada paruh pertama 2020 mengalami penurunan yang tajam dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada tahun ini, nilai penerbitan sukuk hanya mencapai Rp 2,25 triliun, sedangkan pada tahun lalu mencapai Rp 6,36 triliun.
"Jumlah tersebut sekitar 7,3 persen dari total penerbitan surat utang di semester I 2020," kata Head of Economics Research Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C Permana kepada Republika.co.id, Jumat (10/7).
Menurut Fikri, tren penerbitan sukuk korporasi ini sejalan dengan tren penerbitan instrumen surat utang lainnya. Hingga akhir semester I 2020, penerbitan obligasi korporasi baru mencapai sebesar Rp 29,28 triliun, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 53,32 triliun.
Penurunan lebih tajam terjadi pada penerbitan surat utang jangka menengah atau Medium Term Notes (MTN). Pefindo mencatat, penerbitan MTN di semester I 2020 hanya sebesar Rp 749 miliar. Sedangkan pada periode yang sama di tahun lalu, penerbitan MTN mencapai Rp 5,9 triliun.
Presiden Direktur Pefindo, Salyadi Saputra, mengatakan tren penurunan ini masih akan berlangsung di sepanjang 2020. Adapun faktor utama yang membuat perusahaan enggan menerbitkan obligasi yaitu adanya kekhawatiran terhadap wabah Covid-19.
"Penerbitan surat utang korporasi di 2020 diperkirakan cenderung menurun setidaknya minimal 30 persen dari yang diproyeksikan awal tahun," kata Salyadi.
Pada awal tahun, penerbitan surat utang korporasi diperkirakan bisa menyentuh sekitar Rp 158,5 triliun. Menurut Salyadi, hingga akhir 2020, penerbitan akan didorong oleh jumlah surat utang yang jatuh tempo sebesar Rp 130,7 triliun, khususnya bagi perusahaan yang memiliki kecenderungan melakukan refinancing.
Demikian halnya dengan tren penerbitan sukuk korporasi hingga akhir 2020. Salyadi mengatakan rata-rata pertumbuhan sukuk korporasi bisa turun mencapai 10 persen sampai akhir tahun nanti. "Saya rasa trend sukuk korporasi di 2020 tidak akan berbeda dengan trend obligasi korporasi yang konvensional," tutup Salyadi.