REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa sanksi untuk Iran tidak punya peluang untuk berhasil. Hal itu disampaikannya saat berdiskusi dengan Kanselir Jerman Angela Merkel via telepon.
Putin juga mendesak pelestarian kesepakatan nuklir Iran 2015, yang juga dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), yang menurut Rusia adalah instrumen utama untuk menyelesaikan masalah nuklir Iran.
"Presiden Rusia menekankan bahwa sanksi dan tekanan pada Teheran tidak punya dampak, sehingga kita harus mempertahankan Rencana Aksi Bersama Komprehensif yang disetujui oleh Resolusi 2231 Dewan Keamanan PBB," kata Kremlin dalam sebuah pernyataan.
Pada 30 Juni, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo mendesak DK PBB untuk memperpanjang embargo senjata terhadap Iran dan memperingatkan bahwa mengakhiri embargo akan membahayakan stabilitas di Timur Tengah. Di sisi lain, Pompeo memperingatkan bahwa Iran dapat membeli jet tempur Rusia dan meningkatkan armada kapal selamnya jika embargo berakhir.
Putin dan Merkel juga membahas situasi terkini di Libya dan sepakat bahwa krisis di Libya harus diselesaikan dengan metode politik dan diplomatik melalui dialog antar-Libya seperti yang disepakati dalam Konferensi Berlin.
Libya telah menghadapi gejolak akibat perang saudara sejak kematian penguasa Muammar Khadaffi pada 2011. Kemudian, pada 2015, pemerintah Libya didirikan di bawah perjanjian yang dipimpin oleh PBB, tetapi upaya penyelesaian politik jangka panjang tak kunjung tercapai karena serangan pasukan pendukung panglima perang Khalifa Haftar.