REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta DPR dan pemerintahmelibatkan setiap elemen masyarakat, termasuk organisasi masyarakat dalam pembahasan Rancangan Undang-undang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Ketua PBNU Marsudi Syuhud menjelaskan, setiap pembuatan UU harus melibatkan rakyat.
"Maka ketika mau membuat Undang-undang apa saja tidak hanya BPIP itu, dari awal dari mulai dari naskah akademis semuanya, harus terbuka kepada rakyat. Jangan diam-diam sendiri, kemudian dilakukan sendiri oleh DPR. Itu namanya kalau diam-diam dilakukan sendiri tahu-tahu rakyat jadi, itu berarti memutus kontrak perwakilan (rakyat) namanya," kata Kiai Marsudi kepada Republika.co.id, Jumat (17/7).
Marsudi meminta DPR dan pemerintah juga melibatkan masyarakat melalui organisasi kemasyarakatan untuk mendiskusikan RUU BPIP. Di sana, masyarakat bisa memberikan penilaian dan saran.
"Begitu pula ketika mau dibuat Undang-undang BPIP ini, mau disebut pengganti HIP atau tidak, pokoknya setiap mau ada UU itu harus terbuka, rakyat diajak diskusi," katanya.
Kiai Marsudi mengakui sejauh ini PBNU belum diajak berdiskusi tentang RUU BPIP yang diajukan pemerintah kepada DPR. Marsudi juga mengakui tak mengetahui apa pun tentang isi RUU BPIP yang akan dibahas tersebut.
"Beberapa hari itu ketua DPR datang ke PBNU, akan membuat undang-undang BPIP, ngomong segitu saja. Tapi belum tahu, belum dikasih tahu, atau diajak tahu, atau diajak diskusi tentang isinya," kata Marsudi.
Pada Kamis (16/7), Presiden Joko Widodo mengutus enam menteri sekaligus ke Kompleks Parlemen Senayan untuk menyampaikan sikap atas polemik Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Selain mendorong penundaan pembahasan RUU tersebut, pemerintah juga menawarkan RUU baru, yakni RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).