REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Sekira 116 peserta program Satu Desa Satu Hafizd (Sadesha) dari Kabupaten Garut, Tasikmalaya, dan Kota Tasikmalaya, mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) di Hotel Santika, Kota Tasikmalaya, selama 19-20 Juli. Para hafidz Alquran itu akan diberikan pembekalan agar dapat turun langsung ke masyarakat di desanya masing-masing untuk mengajarkan Alquran.
Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Barat (Jabar), Uu Ruzhanul Ulum mengatakan, program Sadesha memang dibuat oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar untuk membebaskan masyarakat yang buta huruf Alquran. Menurut dia, saat ini masih banyak warga di Jabar yang belum bisa membaca Alquran.
"Menurut hasil survei, masih banyak anak tingkat SLTA di Jabar yang belum bisa baca Alquran," kata dia, usai membuka diklat kepada para peserta Sadesha di Kota Tasikmalaya, Ahad (19/7).
Ia mejelaskan, Setiap peserta yang mengikuti diklat itu wajib kembali ke desa dan mengajarkan ilmu yang sudah dimiliki kepada masyarakat di desanya masing-masing. Dengan begitu, ilmu yang sudah dimiliki dapat merambat, dari satu orang ke orang-orang lainnya.
Selain itu, lanjut Uu, melalui program Sadesha diharapkan lahirnya para hafidz baru dari Jabar. Bukan hanya yang bisa menghafal Alquran, melainkan juga yang dapat memahami dan mengamalkan isi dalam kitab suci umat Islam itu.
"Efek domino dari program ini adalah lahirnya masyarakat yang memiliki budi pekerti yang luhur, akhlak mulia, sesuai dengan nawacita presiden untuk mendidik karakter anak," kata dia.
Sekretaris Jamiyyatul Qura wal Huffazh (JQH) Nahdlatul Ulama (NU) Jabar, Ali Khosim mengatakan, terdapat dua pembinaan untuk para hafidz yang ada dalam program Sadesha. Pertama, untuk para hafidz yang belum hafal seluruh ayat Alquran akan diberikan beasiswa untuk belajar di pesantren dan menghafalkan Alquran. Sementara untuk para hafidz yang sudah hafal 30 juz Alquran akan diberikan pemberdayaan.
"Mereka diberdayakan untuk memberikan pelajaran kepada masyarakat tentang Alquran. Juga membina masyarakat agar termotivasi menjadi seorang hafidz," kata dia.
Ia menambahkan, JQH NU sebagai mitra Pemprov Jabar dalam program Sadesha,
bertugas memberikan pembekalan agar peserta yang diberdayakan memiliki pemahaman yang sama. Artinya, para hafidz itu tidak akan ada yang menyampaikan ilmu Alquran dengan cara-cara yang memprovokasi.
"Sebab, Jabar juga tingkat intoleransinya tinggi. Jangan sampai image itu terus menempel di Jabar," kata dia.
Ali mengatakan, para hafidz iti diutus agar dapat membawa ajaran Islam yang damai dan toleran, bukan yang penuh provokasi. Karena itu, sebelum turun ke lapangan, para hafidz itu diberikan diklat terkait materi yang akan disampaikan kepada masyarakat.
Ia menjelaskan, materi yang disampaikan dalma diklat adalah mengenai wawasan kebangsaan, keislaman, metode pembelajaran dan pengajaran, serta tahfidz Alquran. "Kita bekali agar pemahaman keislamannya sesuai dengan ajaran yang toleran," kata dia.
Selain itu, Ali menambahkan, dengan diutusnya para tahfidz ke masyarakat akan diketahui data rill buta Alquran di lapangan. Nantinya, Pemprov Jabar juga dapat melakukan evaluasi terkait kebutuhan tahfidz di lapangan.
"Kita juga akan terus lakukan evaluasi dan monitoring untuk memastikan para tahfidz yang sudah diutus benar-benar memberdayakan masyarakat. Para hafidz ini juga harus membuat laporan kegiatan mereka di masyarakat. Tapi kita juga akan turun ke lapangan untuk memastikan progres yang dilakukan para hafidz," kata dia.