Senin 20 Jul 2020 17:34 WIB

Melirik Kelebihan Eurofighter Typhoon yang Diincar Prabowo

Prabowo disebut sudah surati Austria terkait pembelian 15 Eurofighter Typhoon.

Pesawat Eurofighter Typhoon milik Austria sedang melakukan latihan di atas udara  Vienna International Airport di Schwechat, Austria, 22 April 2020. Kementerian Pertahanan disebut tertarik membeli sejumlah pesawat Eurofighter Typhoon Austria.
Foto: EPA
Pesawat Eurofighter Typhoon milik Austria sedang melakukan latihan di atas udara Vienna International Airport di Schwechat, Austria, 22 April 2020. Kementerian Pertahanan disebut tertarik membeli sejumlah pesawat Eurofighter Typhoon Austria.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Arif Satrio Nugroho, Erik Purnama Putra, Antara

Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto menyurati Menhan Austria Klaudia Tanner dalam upaya membeli 15 unit pesawat jet tempur Eurofighter Typhoon dalam rangka memoderasi pertahanan RI. Langkah Menhan merupakan bagian dari upaya memodernisasi pertahanan dalam negeri. Prabowo pun diketahui sudah melakukan kunjungan dinas ke lebih dari lima negara sebagai langkah dari modernisasi pertahanan tersebut

Baca Juga

Lalu, seperti apa kelebihan jet tempur buatan Eropa itu? Eurofighter Typhoon adalah pesawat tempur multi-engine dengan peran ganda, baik tempur maupun siluman. Menurut laman Eurofighter, Typhoon dirancang awalnya sebagai pesawat tempur dan diproduksi oleh konsorsium Airbus, BAE Systems dan Leonardo, yang melakukan sebagian besar proyek melalui perusahaan induk bersama, Eurofighter Jagdflugzeug GmbH.

NATO awalnya merupakan pelanggan utama jenis ini. Pengembangan pesawat secara efektif dimulai pada tahun 1983 dengan program Future European Fighter Aircraft, sebuah kolaborasi multinasional antara Inggris, Jerman, Prancis, Italia dan Spanyol.

Ketidaksepakatan mengenai otoritas desain dan persyaratan operasional menyebabkan Prancis meninggalkan konsorsium untuk mengembangkan Dassault Rafale secara mandiri. Sebuah pesawat demonstrasi teknologi British Aerospace EAP pertama kali terbang pada 6 Agustus 1986, prototipe pertama Eurofighter yang difinalisasi melakukan penerbangan pertamanya pada 27 Maret 1994.

Nama pesawat itu, Typhoon, diadopsi pada September 1998 dan kontrak produksi pertama juga ditandatangani pada tahun itu. Namun, akhir dari Perang Dingin tiba-tiba mengurangi permintaan Eropa untuk pesawat tempur dan menyebabkan hambatan dalam hal biaya pesawat dan bagian kerja dan memperlama masa perngembangan Typhoon.

Typhoon memasuki layanan operasional pada tahun 2003 dan sekarang dalam pelayanan dengan angkatan udara Austria, Italia, Jerman, Inggris, Spanyol, Arab Saudi dan Oman. Kuwait dan Qatar juga telah memesan pesawat, sehingga total pengadaan menjadi 623 pesawat pada 2019.

Eurofighter Typhoon adalah pesawat yang sangat lincah, dirancang untuk menjadi dogfighter yang sangat efektif dalam pertempuran. Kemudian pesawat produksi semakin dilengkapi dengan lebih baik untuk melakukan misi serangan udara-ke-permukaan dan agar kompatibel dengan semakin banyak persenjataan dan peralatan yang berbeda, termasuk Storm Shadow dan rudal Brimstone.

Typhoon memulai debut tempurnya selama intervensi militer 2011 di Libya dengan Royal Air Force (RAF) Inggris dan Angkatan Udara Italia, melakukan misi pengintaian udara dan serangan darat. Jenis ini juga telah mengambil tanggung jawab utama untuk tugas pertahanan udara bagi sebagian besar negara pelanggan.

Typhoon memilki konstruksi ringan (82 persen komposit yang terdiri dari 70 persen bahan komposit serat karbon dan 12 persen komposit serat kaca) dengan perkiraan umur 6.000 jam terbang. Menurut catatan John Pike bertajuk Eurofighter Typhoon dalam globalsecurity.org, meskipun bukan pesawat tempur siluman, Typhoon tetap bisa mengurangi penampang radar Topan (RCS), terutama dari aspek frontal.

Typhoon memiliki inlet jet yang menutupi bagian depan mesin (target radar yang kuat) dari radar. Banyak target radar potensial yang penting, seperti sayap, sayap, dan ujung depan sirip, didesain sedemikian rupa sehingga mereka akan memantulkan energi radar jauh dari depan.

Beberapa senjata eksternal dipasang semi-tersembunyi ke dalam pesawat. Ini bertujuan untuk melindungi persenjataan ini dari gelombang radar yang masuk. Selain itu, bahan penyerap radar (RAM), yang dikembangkan terutama oleh EADS/DASA, melapisi banyak reflektor yang paling signifikan, seperti ujung sayap utama, tepi intake dan interior, keliling kemudi, dan strake.

Pabrikan melakukan tes pada prototipe Eurofighter awal untuk mengoptimalkan karakteristik pesawat yang dapat diamati rendah dari awal 1990-an. Pengujian di fasilitas Warton BAE pada prototipe DA4 mengukur RCS pesawat dan menyelidiki efek dari berbagai lapisan RAM dan komposit.

Ukuran lain untuk mengurangi kemungkinan terdeteksi adalah penggunaan sensor pasif (PIRATE IRST), yang meminimalkan radiasi dari emisi elektronik berbahaya.

Menurut Eurofighter.airpower.at, Eurofighter Typhoon dilengkapi dengan dua mesin Eurojet EJ200, masing-masing mampu menyediakan hingga 60 kN (13.500 lbf) dorongan dan> 90 kN (20.230 lbf) dengan afterburner. Dengan mode "perang", dorongan meningkat sebesar 15 persen menjadi 69 kN per engine dan afterburner sebesar 5 persen hingga 95 kN per engine dan selama beberapa detik, Eurofighter Typhoon mampu menciptakan dorongan hingga 102 kN tanpa merusak mesin.

Mesin EJ200 sendiri menggabungkan teknologi terkemuka dari masing-masing empat perusahaan Eropa, menggunakan kontrol digital canggih dan pemantauan kesehatan pesawat; aerofil ekor lebar dan bilah turbin kristal tunggal; serta nozzle knalpot konvergen/divergen untuk memberikan rasio dorong terhadap bobot yang tinggi. Eurofighter Typhoon juga memilki emampuan multimission, kinerja supercruise, konsumsi bahan bakar rendah, serta biaya kepemilikan dan perawatan cukup rendah.

Selama ini, Eurofighter Typhoon kerap disetarakan dengan keluarga Sukhoi SU-27 Flanker dari Rusia dan F-15 Eagle dari Amerika Serikat. Selain Austria, Eurofighter Typhoon digunakan untuk memperkuat militer Jerman, Inggris, Italia, Spanyol, dan Arab Saudi.

Prabowo dilaporkan dalam The Press edisi Ahad (19/7) telah mengirimkan surat penawaran kepada Menhan Austria Klaudia Tanner berisi keinginan membeli semua pesawat pencegat Typhoon sebanyak 15 unit. Departemen Pertahanan Austria mengonfirmasi telah menerima surat dari Prabowo, namun tidak mau mengomentari lebih lanjut terkait hal itu.

"Tolong izinkan saya untuk menghubungi Anda secara langsung mengenai masalah yang sangat penting bagi Republik Indonesia," tulis Prabowo lewat surat dalam bahasa Inggris tertanggal 10 Juli 2020, sebagaimana diberitakan ABC.net. Seorang konsultan dari Jerman menginformasikan kepada Prabowo tentang Austria yang memberi Eurofighter pada 2002, namun pemerintah Austria ingin mempensiunkan jet tempur multiperan tersebut.

“Dalam rangka memodernisasi Angkatan Udara Indonesia (TNI AU), saya saya ingin mengadakan perundingan resmi dengan Anda untuk membeli semua 15 Eurofighter untuk Republik Indonesia,” kata Prabowo dikutip dari The Press dalam surat yang diterima Departemen Pertahanan Austria pada akhir pekan kemarin.

Prabowo rupanya tahu 'bentrokan' mengenai Eurofighter di Austria, dan upaya untuk menyingkirkan pesawat-pesawat tersebut. Prabowo mengetahui keadaan pembelian Eurofighter di Austria, dan dampaknya hingga hari ini. "Saya sadar akan kepekaan masalah ini. Namun demikian, saya yakin penawaran saya menawarkan peluang bagi kedua belah pihak," kata Prabowo.

Media Kleine Zeitung, mewartakan, Prabowo sangat berminat untuk membeli jet supersonik itu dari Austria. Hanya saja, tidak jelas apakah penjualan itu dimungkinkan secara hukum. Di kalangan militer, tawaran itu sekarang sedang diperiksa. Penjualan Eurofighter Typhoon tergantung pada perjanjian antara Republik Austria dan produsen Eurofighter dari Jerman, yaitu EADS.

Deutsche Welle pada 2017, menurunkan laporan, Menhan Austria kala itu Hans Peter Doskozil, mengklaim pembelian 15 jet tempur dari Airbus seharga 2 miliar euro atau sekitar Rp 33,6 triliun pada 2003 tersebut merugikan negara. Kerugiannya mencapai 1,1 miliar euro.

Indonesia bukan hanya tertarik membeli jet dari Austria. Pada 8 Juli 2020, Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva mengatakan ketertarikan pembelian Sukhoi Su-35 buatan Rusia oleh Indonesia. Ketika itu dia meyakini sanksi AS ke Rusia tidak akan membatalkan kontrak pembelian Sukhoi oleh Kementerian Pertahanan.

"Rencana (pembelian) ini tidak dibatalkan dan yang kami ketahui kontraknya sudah ditandatangani dan semoga akan diimplementasikan," kata Lyudmila menjawab pertanyaan wartawan dalam temu media virtual pada Rabu (8/7).

Mengenai pembelian Sukhoi Su-35 buatan Rusia, Lyudmila, menjelaskan Prabowo Subianto membicarakan hal itu dalam kunjungannya ke Moskow pada akhir Juni lalu. Prabowo diundang Menteri Pertahanan Rusia Sergey Shoygu untuk turut hadir dalam perayaan peringatan Hari Kemenangan Rusia ke-75 pada 24 Juni. Sebuah pergelaran yang mestinya diselenggarakan 9 Mei namun ditunda akibat situasi pandemi Covid-19.

"Jenderal Prabowo mengunjungi Rusia dan saya tahu beliau membahas soal (rencana pembelian pesawat Sukhoi) itu," kata Lyudmila.

Modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) memang menjadi fokus Prabowo. Upaya tersebut ditindaklanjutinya melalui sejumlah kunjungan keluar negeri. Pembelian alutsista membutuhkan diplomasi tersendiri.

Kementerian Pertahanan mendapatkan alokasi anggaran terbesar sejak 2016 lalu dibandingkan kementerian lainnya. Bahkan di tahun ini, Kemenhan mendapatkan anggaran hingga Rp 127 triliun.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement