REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Amnesty International meminta Pemerintah Malaysia segera menghentikan rencana untuk mencambuk setidaknya 20 pengungsi etnis Rohingnya, karena berusaha menyelamatkan diri.
Dalam pernyataan tertulis Amnesty International yang diterima di Jakarta, Selasa (21/7) pengadilan Malaysia dikabarkan akan melakukan hukuman cambuk terhadap 20 pengungsi etnis Rohingya, yang seluruhnya berjenis kelamin laki-laki. Mereka (para pengungsi), yang sempat dibolehkan untuk turun dari kapal dan bersandar di pantai Malaysia bersama ratusan orang lainnya pada bulan April lalu, merupakan bagian dari 31 pengungsi Rohingya berjenis kelamin laki-laki, yang dituduh ‘melanggar UU Imigrasi 1959/63 pada bulan Juni.
Mereka kemudian divonis dengan hukuman tujuh bulan penjara, dengan setidaknya 20 orang di antara mereka dihukum tiga kali cambuk.
“Hukum cambuk bagi para pengungsi Rohingya bukan hanya kejam dan tidak manusiawi, tetapi juga melanggar hukum internasional. Menjatuhkan hukuman yang sarat kekerasan seperti hukuman cambuk sama saja dengan penyiksaan,” kata peneliti Malaysia di Amnesty International, Rachel Chhoa-Howard, dalam pernyataan tersebut.
Menurut Chhoa-Howard, mereka yang menghadapi cambukan dan hukuman penjara telah menjadi korban persekusi dan kejahatan terhadap kemanusiaan di negara asalnya yakni Myanmar.
“Mereka juga berusaha bertahan dari situasi yang berbahaya selama berada di tengah laut saat menuju ke Malaysia demi menyelamatkan diri. Pendekatan yang sangat tidak manusiawi ini sungguh mengerikan,” ujarnya.
Selain 31 pengungsi itu, ada pula sembilan perempuan Rohingya yang dihukum tujuh bulan penjara dengan tuduhan serupa yakni memasuki dan tinggal di wilayah Malaysia tanpa izin kerja yang sah. Sebanyak 14 anak-anak juga dilaporkan dipidanakan dan dihukum penjara.
Amnesty International pun juga mendesak pemerintah Malaysia untuk membebaskan mereka.
“Pemerintah Malaysia seharusnya melindungi hak-hak semua pengungsi yang berusaha menyelamatkan diri. Dan memang sudah kewajiban setiap negara di bawah hukum internasional untuk melindungi,” ujarnya lagi.
Lebih lanjut, dia juga mendesak pemerintah negara-negara ASEAN lain untuk turut mengambil peran menyelamatkan para pengungsi yang masih berada di laut.
“Ini lebih mendesak, mengingat ratusan pengungsi Rohingya diyakini masih ada di laut, berada dalam risiko kelaparan dan kematian setelah berbulan-bulan mencari tempat untuk bersandar,” katanya.