Rabu 22 Jul 2020 17:50 WIB

Pengadilan Malaysia Minta Najib Razak Lunasi Pajak

Pajak yang harus dibayarkan Najib Razak sebesar 1,69 miliar ringgit.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
Mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak (C).
Foto: EPA-EFE/AHMAD YUSNI
Mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak (C).

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Pengadilan Malaysia memerintahkan mantan perdana menteri Najib Razak membayar pajak senilai 1,69 miliar ringgit atau 397,41 juta dolar AS. Jumlah tersebut merupakan akumulasi pajak yang belum dibayarkan oleh Najib selama tujuh tahun ketika dia masih menjabat.

Dalam putusannya, hakim Pengadilan Tinggi, Ahmad Bache mengatakan, Najib tidak dibebaskan dari membayar pajak. Najib harus membayar utangnya kepada pemerintah. Pada Juni lalu, otoritas pajak mengajukan gugatan kepada Najib karena belum membayar pajak antara 2011 dan 2017. Besaran pajak ditambah dengan penalti dan bunga.

Najib menghadapi tuduhan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan terkait dana negara 1 Malaysia Development Berhad (1MDB). Najib bersama kroni-korninya didakwa mengambil miliaran dolar dari dana tersebut dan melakukan pencucian uang.

Mereka dituduh menggunakan uang itu untuk membeli real estate mewah hingga karya seni bernilai tinggi dari seluruh dunia. Namun, Najib membantah semua tuduhan yang dilayangkan kepadanya.

Investigasi Departemen Kehakiman AS secara terpisah melacak aset yang dibeli oleh dana yang diduga diselewengkan oleh Najib. Ini adalah kasus terbesar yang ditangani oleh Departemen Kehakiman AS di bawah program kleptokrasi.

Najib menjabat sebagai perdana menteri dari 2009-2018 dan mendirikan 1MDB. Menurut otoritas AS dan Malaysia, Najib telah mencuri dana 1MDB senilai 4,5 miliar dolar AS.

Najib telah menjalani persidangan sejak April lalu. Dia menghadapi empat tuduhan korupsi dan tiga tuduhan pencucian uang. Najib terancam hukuman penjara maksimum 20 tahun untuk tiap tuduhan korupsi dan 15 tahun untuk tiap tuduhan pencucian uang.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement