Kamis 23 Jul 2020 04:37 WIB

Kisah Nabi Jadi Juru Damai Perselisihan Pembangunan Ka'bah

Suku di Makkah berebut ingin meletakkan Hajar Aswad di Ka'bah.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
Kisah Nabi Jadi Juru Damai Perselisihan Pembangunan Kabah. Hajar Aswad.
Foto: Aswjmedia.com.au/ca
Kisah Nabi Jadi Juru Damai Perselisihan Pembangunan Kabah. Hajar Aswad.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dikisahkan ketika Nabi Muhammad SAW berusia sekitar 35 tahun terjadi rekonstruksi Ka'bah oleh para pemuka suku di Makkah. Ka'bah adalah bangunan terhormat yang memiliki keagungan bagi setiap suku di Hijaz.

Mereka memutuskan membagi peran dalam pembangunan Ka'bah agar semua mendapat kehormatan itu. Akhirnya setiap suku mendapat jatah masing-masing batu untuk dibangun menjadi Ka'bah dengan tetap memakai arsitek sebagai komandan pembangunan. Arsitek itu berasal dari Romawi yang bernama Yaquum.

Baca Juga

Akhirnya sampailah pembangun pada posisi Hajar Aswad. Mereka semua berselisih, memperebutkan siapa yang berhak dan dari suku mana yang pantas dan layak mendapatkan kehormatan meletakkan Hajar Aswad di tempatnya.

Ustadz Ahmad Zarkasih dalam buku Manusia yang tidak Seperti Manusia terbitan Rumah Fiqih Publishing menceritakan, Nabi Muhammad menjadi juru damai dalam perselisihan yang sengit ini. Hingga akhirnya semua orang yang berselisih sama-sama senang atas solusi yang diberikan Nabi.

Perselisihan antarsuku itu berlangsung selama empat sampai lima malam. Bahkan perselisihan itu sampai membuat mereka ingin berperang satu sama lain di tanah Haram.

Akhirnya Abu Umayyah bin al Mughirah al-Makhzumi memberikan penawaran sebuah solusi. Solusinya, Hajar Aswad diberikan kepada orang yang pertama kali masuk Masjid Al-Haram esok hari. Kemudian mereka semua setuju.

Allah SWT berkehendak membuat Nabi Muhammad SAW masuk pertama kali ke Masjid Al-Haram keesokan harinya. Sementara suku-suku yang berselisih itu sudah bersepakat yang akan mengatur peletakan Hajar Aswad adalah orang yang pertama kali masuk Masjid Al-Haram.

Mereka semua sepakat untuk diatur oleh Nabi Muhammad, karena mereka juga tahu Nabi Muhammad adalah orang jujur yang tidak pernah menipu. Lalu diberitahukan kepada nabi Muhammad apa yang sedang menjadi perdebatan para suku-suku Jazirah. Setelah Nabi paham, beliau mulai berpikir mendamaikan suku-suku yang ada.

Nabi Muhammad memulai jalan damainya dengan menggelar serban dan meletakkan batu Hajar Aswad di atasnya. Kemudian beliau meminta pimpinan semua suku memegang setiap ujung serban tersebut dan mengangkatnya bersamaan sampai pada tempat Hajar Aswad yang semestinya. Lalu Nabi turunkan batu itu dari serban ke tempat semestinya.

Semua kepala suku itu pun senang sebab mereka semua mendapatkan kehormatan yang sama dan adil dalam memindahkan Hajar Aswad. Padahal sejak beberapa hari sebelumnya mereka berdebat.

Nabi Muhammad melakukan ini sebelum beliau diangkat menjadi Rasul. Beliau sudah pandai mendamaikan orang yang berselisih. Pintar menenangkan keadaan dan tidak membuat masalah jauh lebih rumit, tapi membuatnya sederhana serta mengakomodasi keinginan semua.

Ini adalah kepribadian yang memang dibutuhkan untuk seorang yang nantinya akan diikuti banyak orang, yakni kepribadian yang mengayomi dan tidak ingin menang sendiri serta peduli untuk kemaslahatan orang banyak, bukan hanya kepentingan golongan sendiri. Kepribadian itu diberikan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad sebagai persiapan datangnya kenabian untuk beliau.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement