Kamis 23 Jul 2020 11:32 WIB

Anak Kampung Gasong Terkendala Gadget untuk Belajar Daring

Tak jarang, anak-anak harus berlarian keluar rumah untuk mendapatkan sinyal.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Bilal Ramadhan
Anak-anak di Kampung Gasong, Menteng Pulo, Jakarta Selatan, terkendala dalam belajar jarak jauh karena harus bergantian memakai ponsel untuk belajar.
Foto: Shabrina Zakaria
Anak-anak di Kampung Gasong, Menteng Pulo, Jakarta Selatan, terkendala dalam belajar jarak jauh karena harus bergantian memakai ponsel untuk belajar.

REPUBLIKA.CO.ID, Di tengah keterbatasan keadaan dan biaya, pembelajaran jarak jauh (PJJ) di tengah pandemi Covid-19 bukan menjadi halangan bagi anak-anak di Kampung Penampungan Gasong, Menteng Pulo, Jakarta Selatan. Kampung pemukiman padat yang terletak di belakang kompleks makam Menteng Pulo ini, sebagian besar pekerjaan warganya adalah pemulung. Beberapa diantaranya bahkan bekerja serabutan, seperti buruh cuci.

Keterbatasan pendapatan ekonomi yang mereka miliki menyebabkan mereka tidak bisa menyediakan gadget atau ponsel masing-masing untuk anaknya. Terutama pada orangtua yang memiliki anak lebih dari satu. Karena itu, tak jarang diantara mereka yang belajar daring melalui ponsel secara bergantian.

Salah satu warga dari Kampung Penampungan Gasong, Warsinah (42 tahun), kini harus meminjamkan ponsel miliknya untuk kedua anaknya, Adi Pratama (11 tahun) dan Aldi (10 tahun).

Kedua anaknya yang bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah Mirul Islam ini harus mengikuti pembelajaran daring setiap hari, mulai pukul 07.00 WIB hingga 09.00 WIB. Tidak jarang, anak tetangganya, Arga Mahendra (10 tahun) juga ikut belajar bersama di rumah petaknya melalui ponselnya karena Arga berada satu kelas dengan Aldi di MI Mirul Islam.

Warsinah mengaku sering mendampingi anak-anaknya ketika belajar daring. Guru-guru dari MI Mirul Islam sudah membuatkan modul berupa video atau foto yang dikirimkan melalui Whatsapp, yang kemudian bisa langsung dipelajari oleh murid-muridnya melalui handphone. Meskipun sudah diberi modul, tak jarang ia mengalami kesulitan jika anak-anaknya minta diajarkan rumus matematika.

“Apalagi kalau lagi belajar sempet-sempetnya bercanda. Cubit-cubitan lah, terus berantem rebutan HP (ponsel),” tutur Warsinah kepada Republika, Rabu (22/7).

Pekerjaannya yang hanya merupakan buruh cuci pakaian membuatnya tak mampu menyediakan gadget satu per satu untuk anaknya. Terlebih lagi, Warsinah sudah merasa kesulitan untuk selalu menyediakan kuota sebesar Rp 50 ribu per bulannya. Selain terkendala kuota, tak jarang mereka sulit mendapatkan sinyal sehingga mereka harus berlarian keluar rumah untuk mendapatkan sinyal.

photo
Najmah siswi SDN 21 Pagi Lenteng Atas (kiri) didampingi saudaranya Ratna (23) saat belajar di rumah di Kawasan Kampung Penampungan Gasong, Jakarta, Selasa (21/7). Sejumlah orang tua mengaku kesulitan mengajar anak saat belajar dirumah, selain itu mengalami kendala biaya kuota internet akibat keterbatasan pendapatan ekonomi. - (Republika/Thoudy Badai)

Hal yang sama dirasakan oleh Hanni (38 tahun), seorang ibu rumah tangga yang rumahnya berseberangan dengan rumah Warsinah. Ponsel miliknya kini digunakan tiga orang anaknya setiap pagi untuk belajar daring.

Hanni menjelaskan, setiap pagi setelah berganti seragam, kedua anaknya yang duduk di bangku sekolah dasar (SD) menggunakan handphone-nya terlebih dahulu. Putri sulungnya yang duduk di bangku sekolah menengah kejuruan (SMK) harus mengalah karena kedua adiknya harus menghadiri kelas melalui Google Classroom dan Google Meet.

“Untungnya yang SMK sudah dikasih modul, ada yang video, ada yang foto. Jadi dia tinggal absen aja pagi,” tutur Hanni. “Akhirnya si kakak belajarnya malam pas adik-adiknya sudah enggak pakai handphone lagi,” kata dia menambahkan.

Suami Hanni yang bekerja sebagai pemulung sampah sejak Maret mengalami kesulitan pendapatan. Tak jarang ia pulang tanpa membawa uang sepeserpun karena lapak yang biasa menerima sampahnya tutup. Karena tidak ada biaya, Hanni tidak dapat membelikan kuota harian untuk anak-anaknya, sehingga mereka sempat tidak belajar sama sekali.

“Kalau dulu uang buat makan, sekarang buat makan sama kuota. Kalau mau beli yang bulanan mah enggak cukup uangnya," ujar dia.

Warga Kampung Gasong lain yang disapa sebagai Bude Wati, menceritakan, ia memiliki jaringan wifi di rumahnya. Melihat anak-anak di sekitarnya mengalami kendala sinyal dan kuota, ia mengizinkan mereka untuk memanfaatkan jaringan wifi di rumahnya.

Tak jarang ia juga menawarkan anak-anak yang tinggal agak jauh dari rumahnya, untuk memanfaatkan jaringan wifi tersebut dengan datang ke rumahnya. Para orangtua tersebut berharap pandemi Covid-19 ini segera selesai. Tak hanya menyediakan kuota, anak-anak mereka juga tetap meminta uang jajan sekalipun tidak berangkat ke sekolah.

“Lebih suka belajar di sekolah. Kalau di sekolah belajarnya bisa diajarin guru, sekarang nanyanya ke kakak,” ujar Aldi yang baru selesai belajar Bahasa Arab.

photo
Warga beraktifitas di tempat penampungan barang rongsok dengan latar gedung - gedung di Kampung Gasong, Menteng Pulo, Jakarta, Selasa (17/12). - (Thoudy Badai_Republika)

Seusai belajar di rumah tetangganya maupun di rumahnya masing-masing, anak-anak Kampung Gasong langsung beranjak bermain di sekitar rumah. Ada yang bermain ayunan, bermain tenis meja, maupun bermain di tumpukan-tumpukan sampah yang menghadap megahnya pusat perbelanjaan Kota Kasablanka.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement