Jumat 24 Jul 2020 22:10 WIB

Komisi Dakwah MUI: Selesaikan Konflik Lewat Dialog

Cholil Nafis menilai konflik bukan semata-mata persoalan agama.

Komisi Dakwah MUI: Selesaikan Konflik Lewat Dialog. Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI - KH Cholil Nafis
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Komisi Dakwah MUI: Selesaikan Konflik Lewat Dialog. Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI - KH Cholil Nafis

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Muhammad Cholil Nafis mengatakan agar selalu menjaga persaudaraan kebangsaan dan menyelesaikan konflik yang terjadi melalui dialog dan toleransi.

“Misalnya kalau terjadi konflik, kita jangan masuk pada konfliknya, tetapi bagaimana menyelesaikan konflik itu sendiri. Dan yang paling efektif adalah dengan membangun toleransi serta membangun dialog. Sehingga ada keterbukaan, saling sepemahaman dan saling menyayangi, bahkan kita bisa melakukan kerja-kerja konkrit agar agama itu bisa hadir kepada mereka untuk menyampaikan agama membawa kedamaian di dunia dan bukan sebaliknya,” ujar KH Muhammad Cholil Nafis dalam keterangan tertulis, Jumat (24/7).

Baca Juga

Ia menyampaikan, konflik banyak terjadi ketika berkenaan dengan pemaksaan untuk mendapat kekuasaan. Dan acapkali yang paling mudah menjadi sumbu pendeknya atau bahan bakarnya adalah atas dasar agama. Oleh karena itu, agama harus dikembalikan sebagai spirit membangun nilai peradaban dan kebaikan umat manusia.

"Jangan mengimpor konflik-konflik yang ada di luar negeri itu ke Indonesia. Dilokalisirlah konfliknya di tempat itu, karena konflik itu tidak semata-mata persoalan agama, tapi karena lebih dulu ada persoalan perebutan kekuasaan di sana,” katanya.

Ia mengatakan umat beragama dianjurkan mencintai tanah airnya. Ia mencontohkan ketika Rasulullah Nabi Muhammad SAW datang dari Makkah ke Madinah, Rasulullah menyebutkan tentang betapa rindunya dia terhadap tanah kelahirannya.

"Rasulullah mengatakan ‘kalau tidak karena terpaksa aku dikeluarkan dari Makkah, aku takkan pernah hijrah ke Madinah’. Hal ini menunjukkan betapa Rasul Muhammad itu cinta terhadap Tanah Airnya. Makanya kita saling mengenal pepatah atau jargon ‘hubbul wathon minal iman’ yang dikatakan ulama besar kita pada saat itu KH Hasyim Ashari yang artinya cinta tanah Air adalah bagian dari Iman itu,” katanya.

Peraih gelar master dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu berpendapat bahwa memang harus ada spirit ‘ukhuwah bainal-muslimin’ atau persaudaraan sesama umat Islam. Ukhuwah ini berdasarkan akidah keyakinan dari keagamaan kita. Berikutnya semangat ‘hubbul wathon’ dan ukhuwah Wathoniyah adalah tentang persaudaraan karena sebangsa setanah air.

“Bahwa kita punya ikatan yang sama dan kita mendirikan negara ini adalah berdasarkan mitsaq (kesepakatan), berdasarkan Darul Ahdi (negara tempat kita melakukan konsensus nasional), berdasarkan pada ikatan-ikatan kesepakatan kita untuk ber-NKRI," katanya.

Ia mengatakan adanya persaudaraan karena seagama dan persaudaraan karena sebangsa, maka kita bertekad pada saat meraih kemerdekaan ini untuk mengisi kemerdekaan dengan nilai-nilai agama untuk bangsa ini.

“Jadi jangan dibalik spirit konflik dan permusuhan didasarkan atas perbedaan agama. Tidak seperti itu. Oleh karena itu mari kita teladani para founding fathers kita pada saat mendirikan negara dan bangsa ini, bahwa kita mengisi bangsa ini dengan kesepakatan, dengan berbagai macam agama dan kita raih kemerdekaan," katanya.

Bagi umat Islam sendiri menurutnya, bisa meniru seperti apa yang ada pada Konstitusi Madinah, yakni "Innahum ummatan wahidatan min duuni al­naas". “Di mana kita adalah umat yang satu, tanpa membeda-bedakan ras, suku dan agamanya,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, ia mengapresiasi gugus tugas pemuka agama yang diinisiasi oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Dengan adanya gugus tugas tersebut dapat mengintensifkan dialog keterbukaan dan saling kesepemahaman untuk menangkal, menolak, melarang dan mencegah terhadap terorisme di Indonesia ini.

"MUI sendiri sangat mendukung 100 persen, bahkan 1.000 persen dengan hal ini. Kami di MUI ada yang namanya Komisi Kerukunan Umat Beragama, dan ini bisa menjadi ladangnya,” katanya.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement