REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat mencatat 25 persen tempat usaha hiburan dan restoran di wilayah itu melanggar protokol kesehatan. Temuan ini berdasarkan hasil pengawasan tim monitoring dalam dua bulan terakhir.
"Padahal pemerintah daerah sudah memberikan keleluasaan usaha mereka untuk kembali beroperasi tapi tetap saja masih ada yang melanggar," kata Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bekasi Tedy Hafni di Bekasi, Senin (27/7).
Tedy mengatakan monitoring dilakukan terhadap sedikitnya 1.500 jenis usaha se-Kota Bekasi mulai dari restoran, wahana bermain anak, karaoke, Spa dan refleksi, hingga kafe dengan live music.
"Kita berharap monitoring berkala ini mampu meningkatkan kesadaran pelaku usaha dalam menerapkan protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19 ini," ungkapnya.
Berkat upaya monitoring pihaknya pula angka kepatuhan terhadap penerapan protokol kesehatan kini jauh meningkat dibandingkan saat pengecekan pada awal Juni lalu.
Pelanggaran protokol kesehatan yang dijumpai tim monitoring saat ini juga sebatas pelanggaran ringan seperti pengelola tempat usaha tidak menyediakan penyanitasi tangan serta tempat cuci tangan dan pemakaian masker yang tidak sesuai.
"Bukan pelanggaran berat tapi pelanggaran ringan, pakai masker di leher, tidak disediakan cuci tangan, lupa pake penutup muka," katanya.
Kegiatan monitoring dilakukan dengan melibatkan unsur Dinas Perdagangan dan Perindustrian, aparat kepolisian dan TNI, hingga kecamatan dan kelurahan. Pihaknya memastikan kegiatan serupa akan terus dilakukan secara berkala oleh pemerintah daerah.
Tedy berharap segenap pelaku usaha dapat mematuhi protokol kesehatan sekaligus selalu mengingatkan kepada pengunjung tempat usaha untuk melakukan hal yang sama. "Ini harus kerja sama semua pihak, para pemilik usaha ini utamanya harus patuh, karena jika tidak dia yang rugi, bakal kita tutup kembali usahanya," ucapnya.
Pembukaan kembali kegiatan perekonomian di Kota Bekasi dilakukan agar tidak ada lagi masyarakat yang terkena pemutusan hubungan kerja. "Pemerintah tidak hanya memikirkan pemasukan daerah atau pendapatan asli daerah (PAD) akan tetapi juga nasib para pekerjanya," kata dia.