Rabu 29 Jul 2020 13:51 WIB

Jubir LNA: Turki Kirim Pasukan Bayaran ke Libya

LNA mengaku akan tetap mempertahanan wilayah di Sirte yang kaya minyak.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Tentara Libya merayakan kemenangan setelah merebut kota Tarhuna dari milisi pemberontak Khalifa Haftar di barat Libya pada 5 Juni 2020. ( Hazem Turkia - Anadolu Agency )
Foto: Anadolu Agency
Tentara Libya merayakan kemenangan setelah merebut kota Tarhuna dari milisi pemberontak Khalifa Haftar di barat Libya pada 5 Juni 2020. ( Hazem Turkia - Anadolu Agency )

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Juru bicara Libyan National Army (LNA) Khaled al-Mahjoub menuding Turki mengirim tentara bayaran dari berbagai negara ke Libya. Turki diketahui mendukung Government of National Accord (GNA), yakni pemerintahan yang diakui PBB dalam konflik Libya. GNA berseberangan dengan LNA.

Al-Mahjoub mengatakan, meskipun Turki mendatangkan tentara bayaran dari berbagai negara, termasuk Suriah, LNA tetap akan mempertahankan oil crescent, wilayah pusat yang mengandung lebih dari 60 persen minyak Libya. Dia menyebut Turki, Qatar, dan Ikhwanul Muslimin juga mengincar wilayah tersebut.

Baca Juga

Dilaporkan laman Al Arabiya, sebuah laporan baru-baru ini oleh media Somalia mengatakan bahwa Turki dan Qatar merekrut ribuan tentara bayaran Somalia untuk berperang di Libya. Mereka diperintahkan untuk membantu pasukan GNA.

Menurut  Syrian Observatory, organisasi pemantau perang di Suriah, Turki juga telah mengirim ribuan kombatan Suriah untuk mendukung GNA. Banyak kekuatan asing telah mendukung berbagai sisi dalam konflik Libya dengan berbagai tingkat dukungan. Dua negara yang menonjol adalah Turki dan Mesir.

Turki adalah pendukung GNA, sementara Mesir membela LNA. Pekan lalu Pemerintah Turki memperingatkan Mesir tentang ancamannya mengerahkan pasukannya untuk berperang di Libya. Menurut Ankara, langkah tersebut kontraproduktif dan berbahaya.

"Pengumuman baru-baru ini oleh Pemerintah Mesir dan parlemen memberi perintah mandat, atau izin, untuk mengirim pasukan Mesir ke Libya sangat kontraproduktif. Ini akan menjadi petualangan militer yang berbahaya bagi Mesir," kata juru bicara kepresidenan Turki Ibrahim Kalin dalam diskusi virtual yang diselenggarakan European Policy Centre pada 23 Juli.

Pada 20 Juli parlemen Mesir telah menyetujui permintaan Presiden Abdul Fattah al-Sisi untuk mengirim pasukan ke Libya. Hal itu akan secara langsung membuat Mesir berhadapan dengan Turki. Bulan lalu Sisi telah memperingatkan agar pasukan GNA tidak melewati garis depan Sirte dan Al-Jufra. Kedua wilayah itu dianggap merupakan garis merah bagi Mesir.

Selama setahun belakangan, LNA telah melancarkan serangan ke basis GNA di Tripoli. Namun beberapa pekan terakhir, GNA, dengan bantuan Turki berhasil memukul mundur pasukan LNA dan merebut kembali wilayah-wilayah yang sebelumnya dikuasai  LNA. Mereka bahkan berhasil menguasai Tarhuna, benteng terakhir LNA di Libya barat. GNA terus mendesak LNA hingga ke kota pesisir Sirte.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement