Rabu 29 Jul 2020 17:49 WIB

Hotel di Bandung Masih Alami Kerugian Meski Ada Relaksasi

Hotel butuh okupansi minimal 40 persen agar bisnis berjalan.

Rep: Muhammad Fauzi RIdwan/ Red: Fuji Pratiwi
Pekerja membersihkan kaca di area sebuah hotel di Kota Bandung. Sejumlah hotel di Kota Bandung menyatakan kebijakan relaksasi di Kota Bandung belum membuat bisnis mereka stabil.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Pekerja membersihkan kaca di area sebuah hotel di Kota Bandung. Sejumlah hotel di Kota Bandung menyatakan kebijakan relaksasi di Kota Bandung belum membuat bisnis mereka stabil.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- General Manager (GM) sejumlah hotel di Kota Bandung, Jawa Barat yang tergabung di Riung Priangan mengungkapkan kebijakan relaksasi hotel turut menaikkan (okupansi) hotel hingga 20 persen. Namun, angka tersebut dinilai belum membuat stabil keuangan hotel-hotel yang ada. 

"Kita running awal Juni-Juli mulai naik dengan kondisi ini baru mencapai 20 persen. Sedangkan minimal okupansi hotel 40 persen biar bisa running well," ujar Arief Bonafianto, GM Arion Swiss-Belhotel mewakili asosiasi Riung Priangan di Balai Kota Bandung, Rabu (29/7).

Baca Juga

Ia mengungkapkan, pandemi Covid-19 memberikan dampak yang besar bagi bisnis perhotelan. Terlebih sejak Maret hingga Mei banyak hotel yang tutup akibat Pemberlakukan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Dulu Bandung ini, jembatannya Jakarta. Kalau perekonomian bagus di Jakarta, dampak ke Bandung karena market kita 90 persen dari Jakarta. Adanya pandemi dan PSBB dampak ke perhotelan drastis, dari Maret sampai Mei banyak hotel sudah tutup," kata Arief.

Ia mengungkapkan telah melakukan audiensi dengan Wali Kota Bandung dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata untuk membahas strategi ekonomi agar bisnis perhotelan tetap berjalan dan protokol kesehatan tetap dilakukan ketat. Menurutnya, protokol kesehatan harus tetap dipertahankan dengan baik.

Arief menambahkan, masyarakat Kota Bandung sudah mulai menyadari pembatasan aktivitas di hotel termasuk saat menyelenggarakan resepsi pernikahan. Sehingga banyak masyarakat yang memilih untuk melaksanakan akad saja. 

"Kalau dulu pernikahan besar-besaran sekarang menginginkan akad nikah, kami bisa mengontrol lebih ketat. Kami sadar kalau kami tidak memperhatikan itu kami rugi sendiri," kata dia.

Ia melanjutkan, penerapan standar protokol kesehatan menjadi urutan pertama yang harus dilakukan. Meski menurutnya, dampak pembatasan kapasitas menurunkan pendapatan hotel. Saat ini, para pelaku usaha perhotelan tengah berusaha ekonomi perhotelan.

"Ada beberapa poin bagaimana meningkatkan ekonomi terutama yang datang ke Bandung lebih berani dengan posisi Bandung yang aman," ungkapnya.

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement