REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pesawat ruang angkasa Crew Dragon yang diproduksi oleh perusahaan swasta SpaceX dijadwalkan kembali dari Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) dan mendarat di lautan Atlantik pada 2 Agustus. Bergantung pada ramalan cuaca yang menguntungkan dan pekan terakhir yang sukses di ISS, astronot NASA Robert Behnken dan Douglas Hurley memulai prosedur undocking pada 1 Agustus.
Mereka memasuki kembali atmosfer pada hari berikutnya dengan total 64 hari sejak lepas landas. Kembalinya mereka ke Bumi menjadi momen yang menegangkan untuk kontrol misi. Pendiri SpaceX, Elon Musk mengatakan masuknya mereka kembali ke Bumi memang merupakan ‘kekhawatiran’ terbesarnya.
Seperti yang dilansir dari Science Alert, Ahad (2/8), kecepatan dan suhu ekstrem yang harus ditanggung kendaraan merupakan tantangan besar bagi para insinyur dan kembali menjadi bagian yang paling berbahaya dari sebuah misi. Bahaya dimulai dengan menemukan sudut lintasan yang tepat saat pesawat ruang angkasa atmosfer atas.
Jika terlalu curam, para astronot akan mengalami g-force yang berpotensi fatal dan gesekan dari udara yang terseret. Ini dapat menyebabkan pesawat ruang angkasa meledak. Jika terlalu dangkal, sebagai gantinya kapsul akan melompat dari atmosfer dan kembali ke orbit Bumi.
Pesawat ruang angkasa akan memasuki atmosfer atas pada 27.000 km/jam. Yaitu 7,5km/detik atau lebih dari 20 kali kecepaan suara. Pada kecepatan ini, gelombang kejut akan sangat kuat terbentuk di sekitar bagian depan kendaraan, menekan dan memanaskan udara. Mengelola beban termal yang sangat besar adalah tantangan rekayasa ulang yang besar.
Pada tahap paling ekstrem, suhu udara di lapisan kejut melebihi 7.000 derajat celcius. Ini membuat perisai panas kendaraan menjadi sangat panas sehingga mulai bersinar. Molekul udara di sekitar kendaraan juga terurai menjadi atom bermuatan positif dan elektron bebas, yang disebut plasma. Ketika beberapa molekul bergabung kembali, energi berlebih dilepaskan sebagai foton (partikel cahaya).
Lapisan plasma ini dapat menyebabkan pemadaman radio. Demikian pula, ketika elektron bebas bergerak melalui plasma di sekitar kendaraan, mereka memiliki medan listrik. Jika medan listrik menjadi terlalu kuat, ia dapat memantulkan dan melemahkan gelombang radio yang mencoba mencapai pesawat ruang angkasa.
Blackout tidak hanya menyebabkan hilangnya koneksi ke awak dan data penerbangan, namun juga membuat kendali jarak jauh dan bimbingan menjadi tidak mungkin. Kontrol misi NASA mengantisipasi pemadaman listrik selama enam menit dalam fase pemanasan puncak kembalinya Crew Dragon. Jika ada yang tidak beres selama waktu ini, hal tersebut ada di tangan para astronot.
Tahap berisiko lainnya adalah pendaratan dengan bantuan parasut. Crew Dragon akan mengarahkan empat parasut pada tahap akhir masuk kembali, saat kendaraan turun menuju pendaratan di Samudra Atlantik, di lepas Pantai Florida. Manuver ini telah diuji oleh SpaceX sebanyak 27 kali sebelum pendaratan kru, jadi seharusnya berhasil.
Pendaratan yang sukses memiliki implikasi besar, yakni menurunkan biaya eksplorasi ruang angkasa melalui penggunaan roket yang dapat digunakan kembali dan memungkinkan eksplorasi ruang angkasa pribadi. Sementara SpaceX merekayasa kendaraan Crew Dragon di bawah kontrak dengan NASA, perusahaan bebas menggunakan pesawat ruang angkasa untuk penerbangan komersial tanpa keterlibatan NASA setelah sertifikasi operasional.
SpaceX memiliki kemitraan dengan perusahaan komersial Axiom Space yang memiliki tujuan akhir membangun stasiun ruang angkasa komersial pertama di dunia. Kegiatan komersial yang diusulkan untuk stasiun ini luas. Yaitu dari penelitian dan manufaktur dalam ruang hingga dukungan eksplorasi ruang angkasa, serta pariwisata antariksa.