REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Asosiasi pengacara Hong Kong menilai keputusan pemerintah menunda pemilihan legislatif selama satu tahun mungkin melanggar hukum. Pemerintah bekas koloni Inggris itu menangguhkan pemilu dengan alasan pandemi virus corona.
Pada Jumat (31/6) lalu, pemimpin kota Carrie Lam mengajukan penundaan pemilihan umum ke Dewan Kota atau Legco. Ia menyinggung bahaya yang mengancam kesehatan masyarakat tapi juga mengatakan ada pertimbangan politik di balik keputusan itu.
Pemilihan itu akan menjadi pemilu pertama sejak Beijing memberlakukan undang-undang keamanan nasional di kota itu. Hukum yang dapat membuat tersangka separatisme, subversi dan kolusi dengan pasukan asing di penjara seumur hidup.
Peraturan pemilu di Hong Kong hanya mengizinkan pemilu ditunda selama 14 hari. Tapi undang-undang masa kolonial Inggris memberi pemerintah wewenang lebih besar jika ada ancaman terhadap keselamatan masyarakat.
Dalam pernyataannya Senin (3/8), asosiasi pengacara Hong Kong, Hong Kong Bar Association mengatakan undang-undang pemilu kota lebih baru dibandingkan undang-undang kolonial. Selain itu, lebih spesifik mengenai ancaman terhadap kesehatan publik. Oleh karena itu, mereka menilai 'secara umum' harusnya lebih diutamakan dibandingkan undang-undang yang lama. Asosiasi mengatakan memberlakukan undang-undang darurat untuk menunda jadwal pemilu 'mungkin menimbulkan pelanggaran hukum'.
Keputusan pemerintah Hong Kong menunda pemilihan legislatif setelah 12 kandidat pro-demokrasi di diskualifikasi dari pemilu karena dianggap memiliki niat untuk melakukan subversi dan menentang undang-undang keamanan nasional. Oleh sebab itu, alasan pemerintah kota menunda pemilu karena pandemi dipertanyakan.
Sayap pro-demokrasi berharap meraih kemenangan dalam pemilihan legislatif tahun ini setelah berhasil menang di pemilihan dewan distrik tahun lalu. Lam mengatakan pemerintah kota meminta bantuan dari parlemen China untuk mengatasi kevakuman kekuasaan legislatif karena mandat anggota Legco yang sekarang sudah habis masa berlakunya.
Asosiasi mengatakan pemerintah kota 'mengundang' Beijing 'untuk mengesampingkan peraturan relevan' konstitusi mini dan peraturan kota 'untuk mencegah kemungkinan gugatan hukum'. "Hal ini bertentangan dengan prinsip-prinsip legalitas dan kepastian hukum dan menurunkan supremasi hukum Hong Kong," kata Asosiasi Pengacara Hong Kong.
Amerika Serikat (AS) suka mengecam keputusan menunda pemilihan umum tersebut. Menteri Luar Negeri AS mengatakan tampaknya 'Hong Kong tidak akan pernah lagi menggelar pemilihan, untuk jabatan apa pun atau memilih siapa pun'.