REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, Inas Widyanuratikah, Ronggo Astungkoro
Upaya silaturahim Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim denga berkunjung ke Kantor PP Muhammadiyah pada Rabu (26/7) pekan lalu sepertinya sia-sia. Muhammadiyah tetap berkeputusan untuk tidak berperan serta dalam Program Organisasi Penggerak.
Keputusan Muhammadiyah itu dinyatakan oleh Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti. Ia menerangkan, keputusan diambil setelah dilakukan rapat bersama PP Muhammadiyah dengan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) dan Majelis Pendidikan Tinggi dan Litbang (Dikti Litbang).
"Muhammadiyah memutuskan untuk tetap tidak berperan serta dalam program POP," ujar Abdul Mu'ti melalui pesan singkatnya, Senin (3/8).
Meskipun demikian, PP Muhammadiyah, kata Abdul Mu'ti, mengapresiasi silaturahim yang dilakukan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim ke PP Muhammadiyah. Nadiem juga berjanji akan mengevaluasi program POP.
Namun demikian, itu tidak mengubah keputusan PP Muhammadiyah untuk mundur di program tersebut. Sebab, dalam kesempatan itu, Mendikbud juga sempat menyampaikan permintaan agar Muhammadiyah bisa bergabung dengan program POP.
Abdul Mu'ti beralasan, PP Muhammadiyah menilai program tersebut belum mendesak saat ini.
"Bagi Muhammadiyah tidak mendesak. Sekarang ini sekolah/madrasah dan perguruan tinggi sedang fokus penerimaan peserta didik baru dan menangani berbagai masalah akibat pandemi Covid-19," ungkapnya.
Pada pekan lalu Nadiem memang mengunjungi Kantor PP Muhammadiyah. Mu'ti menjelaskan, pertemuan tersebut berlangsung selama kurang lebih satu jam. Di dalam kedatangannya, Nadiem hanya didampingi satu staf khusus.
Kunjungan ini, kata Mu'ti merupakan langkah Nadiem untuk melakukan silaturahmi. Selain itu, Nadiem juga meminta maaf kepada Muhammadiyah atas ketidaknyamanan yang muncul di dalam POP sehingga menyebabkan organisasi Islam tersebut mundur.
Nadiem berjanji pihaknya akan melakukan evaluasi terhadap POP dengan menyertakan berbagai pihak. Terkait hal ini, Muhammadiyah mengapresiasi kunjungan dan permintaan maaf yang disampaikan Nadiem.
Sehari sebelumnya, Nadiem membuat pernyataan tertulis sekaligus permintaan maaf resmi atas kisruh POP yang menyebabkan Muhammadiyah, LP Maarif NU, dan PGRI mundur dari program peningkatan kualitas guru tersebut. Selain meminta maaf, kedatangan Nadiem juga membahas sejumlah kebijakan dengan Muhammadiyah salah satunya POP.
"Dengan penuh rendah hati, saya memohon maaf atas segala keprihatinan yang timbul dan berharap agar tokoh dan pimpinan NU, Muhammadiyah, dan PGRI bersedia untuk terus memberikan bimbingan dalam proses pelaksanaan program yang kami sadari betul masih belum sempurna," kata Nadiem, dalam sebuah video resmi dari Kemendikbud, Selasa (28/7).
Ia menjelaskan, niat awal dari program ini adalah bermitra dengan para penggerak pendidikan untuk selanjutnya menemukan inovasi yang dipelajari oleh pemerintah. Tujuan akhirnya adalah agar program yang tepat bisa diterapkan dalam skala nasional.
"Hanya satu misi program kami, mencari jurus dan pola terbaik untuk mendidik penerus negeri ini," kata Nadiem.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sendiri telah merilis daftar calon penerima bantuan POP. Daftar inilah kemudian yang memicu polemik lantaran ada beberapa lembaga CSR perusahaan multinasional yang dinilai tak pantas mendapatkan bantuan.
Program ini merupakan program peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan dengan hibah dana dari pemerintah senilai total Rp 595 miliar. Sebanyak 183 peserta yang dinyatakan lolos dalam tahap evaluasi proposal.
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dan Lembaga Pendidikan (LP) Ma'arif Nahdlatul Ulama (NU) kemudian mundur dari POP. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) kemudian menjadi di antara lembaga-lembaga lain yang ikut mundur.
PGRI menyarankan sebaiknya POP ditunda hingga tahun depan. Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi mengatakan, evaluasi yang dilakukan harus benar-benar menyeluruh dari segi kebijakan.
Evaluasi yang dilakukan Kemendikbud harus berupa evaluasi kebijakan secara holistik. Unifah mengatakan, pihaknya telah memberi masukan kepada Kemendikbud bahwa evaluasi yang dilakukan harus komprehensif.
"Mulai dari tujuan itu seleksi, program monitoring, perancangan programnya, seleksinya, materi yang akan ditrainingkan itu apa. Jadi ada akuntabilitas publik yang kuat, begitu," katanya melanjutkan.
Ketua PP Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (NU) Arifin Junaidi, menjelaskan, mundurnya LP Ma'arif NU dari POP juga didasari kekhawatiran. Ia khawatir akan beberapa hal.
"Mundurnya kami ini juga didasari oleh kekhawatiran. Tapi kekhawatiran itu kan tidak bisa dijadikan alasan. Kekhawatiran itu kan soal intuisi," ujar Arifin dalam diskusi daring, Sabtu (25/7).
Arifin menyebutkan, ia memiliki intuisi bahwa program Kemendikbud itu tidak bisa berjalan dengan baik. Ada sejumlah alasan yang membuatnya berpikir demikian. Hal yang paling ia takutkan ialah program tersebut bisa saja akan berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Organisasinya tidak kredibel yang penerima itu, waktunya sangat mepet, nanti bisa jadi masalah urusan dengan KPK nanti. Kalau itu jadi urusan dengan KPK, Ma'arif ada di dalamnya, meskipun Ma'arif tidak urusan dengan KPK, ini bisa terbawa-bawa," katanya.
Arifin juga menduga, calon penerima dana POP sudah dipersiapkan sedemikian rupa untuk mendapatkannya sejak awal. NU dan Muhammadiyah, kata dia, diberikan kesempatan mendapatkannya hanya untuk dijadikan legitimasi atas program tersebut.
"Masukan saya, jangan sampai ada organisasi yang hanya dijadikan legitimasi untuk program ini. Jadi harus benar-benar profesional pertimbangannya. Jangan sampai NU- Muhammadiyah masuk hanya untuk dilihat program ini bagus," jelasnya.