REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Banjir bandang dan longsor tewaskan sedikitnya 13 orang di Korea Selatan (Korsel). Selain itu, musibah tersebut juga membuat 1.000 orang warga Seoul harus mengungsi dari rumah-rumah mereka.
Kantor Pusat Penanggulangan Bencana dan Keselamatan pada Selasa (4/8) memperingatkan cuaca buruk akan berlangsung dalam beberapa hari mendatang. Menurut kantor berita Yonhap, enam dari 13 korban meninggal dunia terkubur tanah longsor di lereng gunung, Provinsi Geyonggi.
Sebanyak 13 orang dilaporkan hilang termasuk seorang pria berusia 60 tahun yang truknya tersapu banjir bandang di Provinsi Chungcheong Utara. Banjir telah merendam 5.751 hektare lahan pertanian dan beberapa bagian jalan raya serta jembatan utama di Seoul.
Pemerintah mengerahkan lebih dari 25 ribu petugas polisi dan sukarelawan untuk membantu mengatasi banjir. Aljazirah yang melaporkan dari Paju, Korsel menyebut badan cuaca setempat memperkirakan hujan lebat sebesar 50-100 mm akan turun.
"Korea Selatan sangat berbukit dan banyak gunung, sejak akhir pekan kami mengalami hujan deras yang menyebabkan banjir bandang dan longsor," ujar pejabat badan cuaca Korsel.
Banjir bandang dan longsor diperparah dengan munculnya Topan Hagupit yang bergerak melalui China. Topan itu akan memicu badai tropis di Semenanjung Korea.
Presiden Moon Jae-in mengadakan pertemuan darurat pada Selasa, setelah dia mendesak pemerintah pusat dan daerah melakukan upaya penuh untuk mengantisipasi banyaknya korban jiwa akibat banjir bandang dan longsor. Tim penyelamat telah bersiaga di jalan dan jembatan yang dilalui oleh banjir di sepanjang Sungai Han di pusat kota Seoul.
Pemerintah Korea Utara (Korut) juga telah memperingatkan kemungkinan datangnya banjir setelah terjadi hujan lebat di beberapa daerah. Yonhap melaporkan Korut telah membuka pintu air di perbatasan pada Senin (3/8), tanpa memberikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada Korsel.