Selasa 11 Aug 2020 19:49 WIB

Umat Islam Tersingkir dari India, Bagaimana Sikap Media? 

Media di India mencoba membuat narasi Muslim dukung kebijakan pemerintah.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Nashih Nashrullah
Media di India mencoba membuat narasi Muslim dukung kebijakan pemerintah. Bendera India (Ilustrasi).
Foto: IST
Media di India mencoba membuat narasi Muslim dukung kebijakan pemerintah. Bendera India (Ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD – Rabu, 5 Agustus 2020 akan dikenang sebagai salah satu hari tergelap dalam sejarah India. Perayaan akbar penempatan batu fondasi untuk Kuil Ram di Aydohya akan ditandai sebagai hari pemakaman keadilan dari negara sekuler.

Ditulis Irfan Raja dalam Pakistan Today disebutkan, Pers liberal di Inggris dan Amerika mencap putusan Mahkamah Agung India 'Masjid Ram Janmabhoomi-Babri' sebagai kemenangan untuk Modi, dan negara sekuler menjadi negara nasionalis Hindu.

Baca Juga

Dengan kata lain, pers memperingatkan etnis minoritas tentang masa-masa sulit di masa depan. Semenjak para nasionalis Hindu berhasil dalam rencananya untuk menghancurkan Masjid Babri di Ayodhya dan menggantinya dengan Kuil Ram, Muslim India hidup di neraka, menghadapi hukuman mati, pemukulan di depan umum, penangkapan tanpa tuduhan, dan bahkan ancaman untuk diusir. Itulah wajah India Baru. Tidak ada tempat bagi Muslim, Sikh, Kristen, dan Dalit.

Dari situ, Partai Bharatiya Janata (BJP) telah memperkenalkan Undang-Undang Kewarganegaraan India atau CAA juga dikenal sebagai Citizenship Amendment Bill (CAB), dan menghapus Pasal 370 di Jammu dan Kashmir. Meskipun ada tekanan publik, tidak ada tanda-tanda upaya untuk dipertimbangkan kembali.

Adanya permusuhan terhadap Muslim dan masjid tidak berkembang dalam semalam. Akan tetapi membutuhkan bertahun-tahun kampanye sistematis untuk menggambarkan Muslim sebagai orang jahat, penjahat dan sebagai musuh di dalam. Sementara itu, editor di The Print, Rama Lakshmi menulis, anyak umat Hindu, dari generasi ke generasi, telah diajarkan untuk melihat masjid sebagai tempat penghinaan sejarah.

Selain itu, Lakshmi menemukan pemimpin BJP, LK Advani memperkenalkan bahasa baru kebanggaan Hindutwa pada awal 1990-an, dan menggunakan luka sejarah Hindu dan menjadikan Masjid Babri sebagai kata kunci untuk kebencian.

Saat ini, retorika anti-Muslim merupakan ciri umum dari bahasa politik para pemimpin BJP. Sayangnya, ini tidak ada tanda-tanda akan berakhir. Politisi BJP, Vinay Katiyar baru-baru ini menyatakan bahwa, satu pekerjaan telah diselesaikan di Ayodhya dan dua lagi harus diselesaikan seperti Ayodhya, kuil harus dibangun juga di Kashi dan Mathura. 

Sekarang, beberapa bagian dari media dan politisi India memperkuat narasi baru, orang-orang Muslim yang mendukung Kuil Ram dan menyumbang kepadanya dianggap orang baik dan diterima. Tetapi mereka yang memprotesnya merupakan orang jahat, musuh dan harus dikeluarkan, pergi ke Pakistan atau Qabaristan (kuburan).

Para pemimpin BJP, seperti Kamal Nath bersikeras bahwa Kuil Ram di Ayodhya dibangun atas persetujuan setiap orang India. Kenyataannya ini sangat berlawanan di situs media sosial dan di pers liberal.

Laporan Wire mengungkapkan bahwa pemerintah distrik Ayodhya membatasi media yang meliput acara tersebut, misalnya, 'Jangan berkomentar tentang agama, komunitas, sekte, atau individu tertentu'. 

photo
Tepi Sungai Sarayu didekorasi pada malam upacara peletakan batu pertama sebuah kuil yang didedikasikan untuk dewa Hindu Ram di Ayodhya, India, Selasa, 4 Agustus 2020. Upacara peletakan batu pertama hari Rabu menyusul keputusan Mahkamah Agung India November lalu yang mendukung pembangunan kuil Hindu di situs sengketa di negara bagian Uttar Pradesh. Orang Hindu percaya bahwa dewa mereka, Ram, lahir di lokasi itu dan mengklaim bahwa Kaisar Muslim Babur membangun sebuah masjid di atas sebuah kuil di sana. Masjid Babri abad ke-16 dihancurkan kelompok Hindu garis keras pada bulan Desember 1992, memicu kekerasan besar-besaran Hindu-Muslim yang menewaskan sekitar 2.000 orang. - (AP/Rajesh Kumar Singh)

Bukan karena pemerintah Modi takut akan kerusuhan terhadap Muslim, tetapi mereka berusaha memperbaiki citra Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS), yang membantai Muslim dalam kerusuhan baru-baru ini. 

Majalah Caravan melaporkan, seorang perusuh Hindu menyatakan, kekerasan Delhi merupakan balas dendam terhadap Muslim, polisi memberikan kebebasan. Kemungkinan, itulah sebabnya Shahid Masood mencap acara pembangunan Kuil Ram sebagai pembukaan 'Permainan pertumpahan darah' bagi umat Islam. 

Jadi mengapa media mengambil tindakan keras? Mungkin, untuk menyamarkan 'lockdown' selama setahun di Kashmir atau untuk menutupi penaklukan Masjid Babri oleh ekstremis RSS. Ini diinvestigasi oleh Pamela Philipose dalam artikel, "Backstory: Ram Mandir dan Kashmir-A Tale of Two Forms of Media Control". 

Penulis, Zainab Sikander menyampaikan, satu hal yang tidak dilakukan media India adalah jurnalisme. Faktanya, sangat sedikit orang yang melakukan jurnalisme hari ini.

Saluran dari Zee News, Aaj Tak hingga Network18 suka menambahkan kata jihad ke dalam semuanya. Corona jihad atau zameen jihad, love jihad, arthik jihad, dan lainnya. Tapi jika ada orang yang mengobarkan perang suci hari ini, itu adalah jihad media India melawan Muslim dan Islam India.

Sikander mencantumkan peristiwa dan konspirasi yang terkait dengan Muslim India dalam beberapa bulan terakhir. Ini termasuk, teori konspirasi Jamaat Tabligh (dari meludah hingga buang hajat), sedikit anti-nasionalisme yang diperuntukkan bagi Muslim yang disebut lebih Pakistan daripada India, sedikit koneksi ISIS (terutama di tanah Malayali). 

Media India sedang membangun narasi, yang menunjukkan bagaimana Muslim India begitu antusias dalam mendukung saudara-saudara Hindu membangun Kuil Ram menggantikan Masjid Babri. 

Melalui serangkaian kolom, opini, editorial, dan laporan fitur, penderitaan penduduk Hindu yang dirancang dan diatur dengan cerdas di tangan berbagai penguasa Muslim India, seperti Tipu Sultan dan Aurangzeb dibuat untuk menampilkan umat Hindu sebagai tertindas, dan menjadi korban.

Selain itu, kutipan teks surat kabar menunjukkan, hak umat Hindu untuk membalikkan sejarah yang anti-Hindu selama berabad-abad, dan karenanya RSS dan kelompok Hindu lainnya tidak menyerang Muslim, hanya menulis ulang dan mengoreksi sejarah. 

Dalam dorongan sistematis, beberapa bagian dari media India mencoba meyakinkan dunia bahwa umat Islam tidak memiliki masalah, jika kuil Ram dibangun di atas situs masjid dan bahwa Ram adalah nenek moyang mereka.

Penulis buku 'Secrets of the RSS', Ratan Sharda menyatakan bahwa, 5 Agustus merupakan tanggal penting untuk India Merdeka, yang berarti bahwa Bharat tidak akan lagi meminta maaf tentang masa lalunya, atau tentang jalan yang dipilihnya untuk mendapatkan kembali kejayaannya.

"Syukurlah, ada organisasi seperti RSS, pemimpin adat yang hebat, pemimpin berakar seperti Madan Mohan Malavya, DR Ambedkar, KM Munshi, Rajagopalachari dan banyak lainnya yang menjaga nyala api tetap menyala di saat yang tepat," kata Sharda secara terbuka.

Jika literatur yang penuh kebencian dan mengerikan itu didukung oleh pers arus utama, maka siapa pun dapat membayangkan apa yang Modi rencanakan untuk Muslim India.

Hari ini, pemerintah Modi menghapus sejarah Muslim dan menggantinya dengan kebohongan, tipu daya, dan menyatakan diri sebagai pahlawan ciptaannya sendiri. Tapi, ketika generasi berikutnya akan mengetahui kebenaran di balik pembangunan Kuil Ram, apa yang akan mereka rasakan tentang nenek moyang mereka India?

Pilihan terbaik untuk semua orang Hindu, Sikh, Kristen dan Muslim yang baik, dan cinta damai bergandengan tangan untuk menolak versi Modi dari sejarah saat ini. Kemudian mulai menulis ulang sejarah mereka sendiri yang memungkinkan setiap orang untuk hidup damai berdampingan.

Sumber: https://www.pakistantoday.com.pk/2020/08/07/is-indian-media-reporting-of-ram-temple-pushing-muslim-bloodbath/   

 

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement