Rabu 12 Aug 2020 00:31 WIB

MUI: Penyerangan Terhadap Seseorang tak Dibenarkan

Apapun motifnya penyerangan terhadap kediam seseorang merupakan sebuah pelanggaran.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Agus Yulianto
KH Yusnar Yusuf
Foto: Republika/Iman Firmansyah
KH Yusnar Yusuf

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta umat Islam sabar tidak terpancing emosi atas penyerangan kelompok intoleran di Mertodranan, Kecamatan Pasar Kliwon Kota Solo, pada, Sabtu (8/8). Perbuatan penyerangan itu termasuk perbuatan pidana yang harus diproses hukum. 

"Apapun namanya untuk melakukan penyerangan ke kediaman seseorang di negara wilayah Indonesia tidak dibenarkan agama apapun motifnya. Hak ketentraman seseorang diatur dalam undang-undang," kata Ketua Bidang Kerukunan Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Yusnar Yusuf, saat dihubungi, Selasa (11/8)

Semua umat tanpa terkecuali dalam merespoh keadaan di masyarakat harus mengedepankan persuasif. Masyarkat khususnya umat Islam tidak boleh main hakim sendiri dalam merespon suatu kejadian, meskipun dianggap bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.

"Kecuali itu sudah satu kali dibuat kemudian masyarakat tidak setuju, masyarakat beberapa kali melarang dan sudah dilaporkan ke polisi, kemudian polisi tidak mengindahkannya, itu barangkali berbeda babnya," ujarnya.

KH Yusnar sepakat bahwa apapun motifnya penyerangan terhadap kediam seseorang merupakan sebuah pelanggaran. Maka, para pelakunya harus diproses sesuai aturan yang berlaku.

"Saya sepakat bahwa apa yang dikatakan Wamenag ini adalah pelanggaran hukum. Maka kita serahkan saja kepada polisi," katanya.

Kepada korban penyerangan, KH Yusnar meminta sabar dan jangan menyimpan dendam apalagi menuntu balasan. Apalagi aparat kepolisian sudah menangkap para pelaku untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Di dalam Islam itukan diajarjan untuk sabar terhadap musibah apa saja yang datang. Sabar, tabah merupakan keadaan yang sempurna," katanya.

KH Yusnar yakin, korban tidak akan menuntut balas, dan akan menyerahkan proses hukum kepada pihak Kepolisian. Apalagi korban sebagai tokoh agama yang duriahnya nyambung kepada Rasulullah Shalallahu Wassalam, sudah tahu bahwa menuntut balas bukan perbuatan yang baik.

"Tentunya tidak memberi balasan. Karena kalau membalas itu berakibat fatal artinya akan berlarut jadi dendam dan itu tidak boleh," katanya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement