REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Beberapa manusia membawa DNA dari leluhur manusia purba yang tidak diketahui. Sebuah analisis baru dari genom manusia purba Neanderthal dan Denisovan telah mengungkapkan nenek moyang yang belum teridentifikasi untuk spesies manusia masa kini.
Studi ini juga menemukan bukti lebih lanjut tentang perkawinan silang antara manusia dan Neanderthal. Namun, ini terjadi jauh lebih awal dari yang kita ketahui, yakni sekitar 200 ribu hingga 300 ribu tahun yang lalu.
Perkawinan silang ini akan menambah wawasan baru tentang sejarah yang semakin rumit dari kemunculan kita sebagai spesies dan migrasi keluar dari Afrika. Ada kemungkinan nenek moyang yang tidak diketahui sebenarnya adalah Homo erectus, nenek moyang manusia purba yang diperkirakan telah mati lebih dari 100.000 tahun yang lalu. Namun karena tidak ada DNA Homo erectus yang pernah ditemukan, kita tidak tahu pasti.
“Apa yang menurut saya menarik tentang pekerjaan ini adalah menunjukkan apa yang Anda pelajari tentang sejarah manusia yang dalam dengan bersama-sama merekonstruksi sejarah evolusi penuh dari kumpulan urutan dari manusia modern dan hominin purba,” kata ahli biologi komputasi Adam Siepel dari Laboratorium Cold Spring Harbor di New York, dilansir dari Science Alert, Selasa (11/8).
Seperti yang telah dilihat dalam studi terbaru lainnya, tim menggunakan algoritma Bayesian untuk menggali lebih detail pola dalam genom. Dalam hal ini adalah pada DNA dari dua Neanderthal kuno, satu Denisovan kuno dan dua manusia Afrika modern. Model tersebut kemudian dapat mencocokkan pembauran DNA dengan periode waktu tertentu.
Yang dicari algoritma adalah peristiwa rekombinasi, di mana dua set kromosom dicampur bersama yang memungkinkan para ilmuwan kembali jauh ke dalam sejarah perkawinan silang spesies ini, sesuai dengan penanda genetik yang tertinggal. Peneliti melaporkan sekitar satu persen DNA Denisovan tidak diketahui asalnya.
Algoritma yang digunakan dalam penelitian adalah yang baru, yakni ARGweaver-D. Algoritma ini dikembangkan oleh ahli biologi komputasi Melissa Hubisz dari Cornell University. Ini merupakan perpanjangan dari ARGweaver asli, dibuat untuk menganalisis grafik rekombinasi leluhur (atau ARG) ini dengan cara yang tidak mungkin dilakukan dengan angka statistik standar.
Siepel menuturkan ARGwweaver-D, mampu menjangkau lebih jauh ke masa lalu dibandingkan metode komputasi lain yang pernah ia liat.
“Tampaknya sangat kuat untuk mendeteksi introgresi kuno,” ujar Siepel.
Menurut penelitian, sekitar 15 persen dari wilayah DNA “super archaic” misterius yang ditemukan dalam genom Denisovan masih beredar pada manusia hari ini. Apa yang akhirnya terjadi pada spesies yang hilang ini masih harus dilihat.
Temuan lain dari penelitian ini adalah antara tiga dan tujuh persen DNA Neanderthal dipengaruhi oleh Homo sapiens purba, menekankan jumlah kawin silang yang terjadi selama berabad-abad. Ini terjadi jauh sebelum migrasi massal besar-besaaran nenek moyang manusia modern keluar dari Afrika sekitar 50 ribu bertahun-tahun lalu.
“Garis waktu ini tampaknya tidak konsisten dengan pertukaran genetik yang melibatkan leluhur langsung sebagian besar orang Eurasia saat ini, yang bermigrasi keluar dari Afrika (sekitar) 50 ribu tahun yang lalu. Sebaliknya, garis waktu kami menunjukkan migrasi sebelumnya, yang terjadi setidaknya 200 ribu tahun yang lalu,” tulis tim.
“Khususnya, bukti orthogonal sekarang mendukung kemungkinan satu atau lebih migrasi awal seperti itu keluar dari Afrika,” kata mereka lagi.