REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Setiap manusia tentunya menginginkan kehidupan yang serba berkecukupan, namun masih sedikit orang yang mengerti makna dari ‘berkecukupan’.
Banyak orang yang selalu merasa kekurangan, nyatanya Allah SWT telah mengalirkan padanya rezeki. Allah SWT berfirman:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.” (QS Hud: 6)
Dalam kitab 'Semua Ada Saatnya' yang ditulis Syekh Mahmud Al-Mishri, dijelaskan enam perkara yang perlu diterapkan manusia untuk senantiasa hidup berkecukupan.
Pertama, meyakinkan diri bahwa Allah SWT telah mengatur rezeki masing-masing makhluk-Nya. “Maka teruslah mendekatkan diri pada Sang Mahapemberi rezeki, bukan justru menyibukkan diri terhadap sesuatu yang telah dijamin Allah SWT,” tulisnya.
Kedua, mengisi keseharian dengan amal saleh, dan menjadikannya sebagai teman. Mengibaratkan amal saleh sebagai teman, tentu akan semakin mendongkrak semangat untuk berbuat baik, karena amal soleh tentu akan menjadi penolong dikala kesulitan, baik di dunia maupun akhirat.
Ketiga, tidak menaruh dendam atau menjadikan seseorang sebagai musuh. Sesungguhnya seseorang yang berbuat buruk, sama halnya seperti memberikan amal baiknya pada orang yang dia perlakukan buruk. Selain itu, dia juga akan memikul dosa dan kesalahan dari orang yang dia perlakukan buruk itu.
Keempat, tidak terfokus untuk mengejar dunia. Dalam kehidupan, manusia memang tak lepas dari tuntutan, namun ketahuilah bahwa seberat-beratnya tuntutan berasal dari malaikat maut. “Maka segera selesaikan tuntutannya (malaikat maut) agar ketika dia datang, kita dapat bersamanya tanpa ada halangan,” tulis Syekh.
Kelima, mengasihi semua orang seperti mengasihi diri sendiri. Mengasihi sesama, sama halnya dengan memberikan mereka hak untuk disayangi dan dikasihi, tanpa memandang perbedaan yang ada. Melalui cara ini, seseorang dapat lebih mudah berempati dan peka dengan lingkungan dan masyarakat sekitarnya.
Terakhir yang keenam, selalu ingat bahwa tempat terakhir untuk kembali adalah kuburan. Dengan ini, seseorang dapat lebih berambisi untuk berbuat baik demi mempersiapkan kembalinya dia ke tempat asalnya, tanah. “Cukuplah itu, dan laksanakan semua itu hingga kematian menjemput,” tutup Syeikh Mahmud.