REPUBLIKA.CO.ID, RAKHINE -- Arakan adalah dataran di sepanjang pantai timur Teluk Benggala, membentang dari Sungai Naf di perbatasan Chittagong ke Semenanjung Negarise. Lokasinya tepat di sebelah timur Bangladesh. Secara politis, Arakan masuk wilayah negara Myanmar meskipun secara fisiografis alam Arakan terpisah dari negeri yang dulu bernama Burma itu. Luas wilayah Arakan lebih dari 35 ribu kilometer persegi yang dihuni sekitar dua juta jiwa.
Menurut Dr Mohammed Ali Chowdhury dalam makalahnya yang disampaikan dalam seminar sejarah masya ra kat Arakan di Chittagong Zila Pa rishad Hall, Chittagong, Bangladesh, pada akhir Desember 1995, Arakan adalah kerajaan yang sudah berdiri pada tahun 2666 SM. Berbagai dinasti India juga pernah memimpin wilayah ini de ngan membangun Kota Dinnawadi (Dhanyavati), Wesali, Pinsa, Parin, Hkril, Launggyet, dan Mrohaung di se panjang Sungai Lemro.
Pada sekitar tahun 788 SM, datang Wangsa Chandra, keluarga penguasa yang dikenal sebagai pendiri Kerajaan Hindu Benggala di Chittagong-Wesali. Meski demikian, raja-raja keturunan Dinasti Chandra kemudian menjadi penegak agama Buddha yang memperluas wilayah kekuasaan hingga sepanjang utara Chittagong dan Wesali yang terletak di sebelah timur Kerajaan Hindu di Benggala yang pemerintah dan rakyatnya adalah orang-orang India. Meskipun Dinasti Chandra memeluk agama Buddha, namun Brahmanisme dan Mahayanisme berkembang berdampingan.
Sejarawan Inggris Daniel George Edward Hall menulis bahwa warga etnis Burma yang sekarang berkuasa di Myanmar baru menetap di Arakan pada awal abad ke-10 M. Mereka berada di utara dekat Akyab. Sementara itu, pedagang Muslim Arab dan Persia pertama datang ke Arakan pada abad ke-8 M. Pedagang Arab dan Persia berlayar menyusuri pesisir Samudra Hindia dalam perjalanan dagang menuju Cina.
Bangsa Arab dan Persia telah lama aktif dalam perdagangan laut, bahkan memonopoli jalur perdagangan ke Timur (Asia Tenggara dan Cina). Menurut berbagai sumber Arab dan Persia, pelaut Arab dan Persia telah mengenal pela buhan di Myanmar, terutama daerah pesisir Arakan. Karena itu, banyak pe dagang Muslim membentuk permukim an di sepanjang pesisir Myanmar.
Pada masa pemerintahan Raja Arakan Mahatying Chandayat (780-810 M) dari Dinasti Radz Wang, tercatat beberapa kapal milik pelaut Arab kandas di Pulau Rarnree sehingga mereka kemudian menetap di desa-desa Arakan. Melalui para pedagang Arab dan Persia itulah agama Islam mulai menyebar di Arakan. Kaum Muslim Arakan saat ini adalah keturunan langsung dari berbagai etnis Muslim lainnya yang pernah singgah di tempat itu sebagai pedagang, yaitu orang-orang Arab, Afrika Utara (Moor), Persia, Turki, Mughal, dan Be ngali. Mereka menetap di Arakan dan bercampur aduk dengan masyarakat setempat yang kemudian dikenal dengan sebutan masyarakat Rohingya.
Dengan berjalannya waktu, jumlah Muslim di Arakan mulai meningkat. Pedagang Arab telah menjalin hubungan sangat baik dengan orang-orang lokal dan menikahi perempuan setempat. Keturunan para pedagang Arab dan masyarakat etnis Arakan itu kemudian disebut dengan nama Rohingya. Sementara, warga Arakan yang beragama Buddha dikenal dengan nama etnis Rakhine.
Pengaruh Islam di Arakan berakar mendalam. Babad Arakan menulis bah wa beberapa sufi telah ada di negara ter sebut pada masa Raja Anawarhta (1044-1077 M). Seorang pedagang Rusia Athanasius Nitikin yang bepergian menuju Timur pada 1470 M menggambarkan Kota Pegu (Burma: Bago) yang terletak di barat laut Yangon sebagai pelabuhan sungai yang dihuni para sufi India. Selain itu, tempat-tempat suci Hanifar Tanki dan Khayafurir Tanki di Mayu antara Sungai Kaladan dan Su ngai Naf, serta Babazi Syah Monayam dari Ambari dan Pir Bader Shah (Badr al-Din Allamah) yang terletak di pantai Teluk Benggala di Akyab, adalah bukti kedatangan Muslim di Arakan periode awal.