Ahad 16 Aug 2020 04:02 WIB

Masa Pandemi, Perbankan Hadapi Tantangan Layanan Digital

Dompet digital yang menguasai pasar digital payment ternyata satupun dimiliki bank.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Pengunjung tengah bertransaksi dengan metode pembayaran digital QRIS. ilustrasi
Foto: REPUBLIKA
Pengunjung tengah bertransaksi dengan metode pembayaran digital QRIS. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Teknologi telah mengubah kehidupan industri dan peradaban. Tak terkecuali perbankan yang memberikan informasi dan komunikasi sejak era 2G berganti 3G, kemudian 4G hingga kini menghadapi era 5G.

Era 3G yang dimulai 2003 telah melahirkan banyak start-up dunia seperti Amazon.com, Ebay.com, Uber, AirBnB yang kini tumbuh menjadi raksasa dunia. Di Indonesia, era 3G yang dimulai 2006 juga mendorong lahirnya start-up digital seperti Gojek, Traveloka, Bukalapak, Tokopedia yang kini tumbuh menjadi perusahaan digital dengan valuasi miliaran dolar AS.

Baca Juga

Mantan CEO PT Bank Cimb Niaga Tbk Arwin Rasyid mengatakan bisnis mereka terus tumbuh dengan tiga pilar utama yakni platform, ekosistem dan omnichannel yang telah mengubah paradigma dalam berbisnis, pertumbuhan aset bukan lagi segalanya.

Sebagai mantan bankir, yang juga pernah memimpin PT Telkom tepat saat Indonesia memasuki era 3G, Arwin melihat potensi ponsel yang luar biasa tak hanya menjadi alat telekomunikasi namun juga alat transaksi keuangan.

"Salah satu produk digital legacy dan pionir CIMB Niaga adalah Rekening Ponsel,

sebuah dompet digital (e-wallet) perbankan pertama di Indonesia bahkan Asia yang menggunakan Nomor Ponsel sebagai Nomor Rekening. Artinya, melalui Rekening Ponsel seseorang dapat melakukan transaksi perbankan seperti pembelian, pembayaran, transfer, tarik tunai di ATM—tanpa harus memiliki rekening bank," ujarnya saat konferensi pers virtual, Sabtu (15/8).

Namun, menurutnya, dompet digital yang kini menguasai pasar digital payment ternyata tak ada satu pun yang dimiliki perbankan, namun dimiliki oleh perusahaan Fintech seperti Gopay, DANA, dan OVO.

"Mereka tidak hanya berhasil memberikan layanan keuangan digital melalui ponsel dan tablet yang nyaman, mudah dan cepat bagi para penggunanya, tetapi mereka juga berhasil menghimpun dana termurah yaitu dana dengan bunga nol persen dari masyarakat yang merupakan dambaan industri perbankan," ucapnya.

Tak hanya mengalahkan dompet digital milik perbankan, Fintech P2P Lending juga mulai dipercaya oleh masyarakat melalui berbagai kemudahan dan kecepatan proses pengajuan pinjaman dan persetujuan yang diberikan. Meski saat ini jumlah dana yang disalurkan melalui Fintech P2P Lending ini masih kecil, di bawah satu persen dibanding total kredit yang disalurkan perbankan.

"Soal waktu saja Fintech P2P Lending meraih kepercayaan dan menjadi pilihan alternatif masyarakat dalam mendapatkan pinjaman selain dari perbankan," ucapnya.

Meski penetrasi layanan Fintech di Indonesia baru lima persen namun di berbagai negara cukup tinggi seperti China 67 persen, Hong Kong 57 persen, New Zealand 54 persen, India 39 persen, dan Australia 17 persen. Data-data global memberikan optimisme, antara lain Alipay dan WeChatPay di China, memecahkan rekor volum transaksi pembayaran digital senilai 12,8 triliun dolar AS (Jan-Oct 2019) jauh melampaui volum transaksi digital payment di AS yang nilainya 49,3 miliar dolar AS pada periode yang sama.

Begitu pula, total penyaluran dana Fintech P2P Lending di seluruh dunia mencapai USD 312 mikiar atau Rp4586,4 triliun atau tumbuh 25 persen per tahun.

Bagaimana perbankan harus menyikapi perkembangan bisnis Fintech ke depan? Itulah pertanyaan besar yang ingin dijawab Arwin Rasyid dalam bukunya yang berjudul Digital Banking Revolution-Belajar dari Digital CIMB Niaga & Tips Bertahan di Era Fintech.

Buku tersebut merupakan catatan pengalaman Arwin Rasyid saat melakukan transformasi digital pada CIMB Niaga dan pengamatannya terhadap tantangan terkini industri perbankan nasional terkait perubahan lansekap bisnis keuangan di tanah air bahkan dunia.

 “Tantangan utama yang dihadapi industri perbankan sebetulnya bukan hanya berasal dari Fintech tetapi juga dari Neobank atau The Challenger Bank. Neobank ini adalah bank yang beroperasi secara digital penuh, tanpa kehadiran kantor cabang. Neobank lahir dari aplikasi teknologi chatting atau aplikasi sosial media lainnya," ucapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement